Rabu, 27 Juli 2016

Analisis cerpen

ANALISIS STRUKTUR DALAM CERPEN “PAK KODIR
KARYA KEN HANGGARA

A.  Deskripsi Data
Forum Aktif Menulis (FAM) adalah organisasi kepenulisan nasional yang bertujuan untuk menyebarkan semangat cinta menulis di kalangan generasi muda. FAM bertekad membina anak-anak bangsa untuk cinta menulis dan gemar membaca buku. FAM Indonesia memiliki ribuan anggota yang tersebar di berbagai kota di Indonesia dan mancanegara khususnya di sekolah-sekolah dan melebur di tengah masyarakat dalam berbagai kegiatan kepenulisan.
    a.      Biografi Tokoh
1.      Ken Hanggara
Ken Hanggara (IDFAM801M, anggota Forum Aktif Menulis atau disingkat dengan FAM, Surabaya) adalah nama pena dari Erlangga Setiawan. Penulis lahir di Sidoarjo, 21 Juni 1991. Menulis puisi, cerpen, novel, dan esai. Karya-karyanya terbit di berbagai media local maupun nasional. Ia pernah menjuarai 2 kategori bahasa Indonesia di ASEAN Young Writer Award 2014 dan menjabat Unsa Ambassador 2015.

   b.      Sinopsis Cerpen “Pak Kodir” Karya Ken Hanggara
Berkumpulnya orang-orang di masjid yang sibuk melihat mayat Pak Kodir dalam keadaan sujud. Pak Kodir yang terkenal karena baik hatinya dan sotonya yang enak. Berita meninggalnya langsung tersebar luas dan orang-orang hanya menceritakan kebaikan-kebaikan yang ia lakukan selama hidupnya. Tidak ada yang bicara keburukan; semua kenal beliau baik dan suka memberi makan gelandangan, pengemis, atau sesekali orang gila. Siapa pun mampir ke warungnya, tetapi tidak bawa uang, tidak perlu khawatir, karena Pak Kodir bakal memberi seporsi gratis buat mereka.
Bagi Pak Mudakir, penjual gulai yang berdiri di seberang warung Pak Kodir berkata bahwa meberi makan orang banyak itu jelas merugikan baginya. Namun Pak Kodir pada dasarnya baik, jadi tindakan itu bukan masalah. Karena ia suka menghangatkan perut orang.
Pak Kodir tidak memiliki anak dan istrinya sudah meninggal. Satu kali menikah, satu kali perpisahan karena kematian; itulah kisah asmara Pak Kodir yang tidak mencintai dunia secara berlebih. Ia hanya bahagia hidup di dunia ini karena di sini ia bisa berbagi.
Banyak penjual seperti Mudakir yang heran dan tidak habis pikir; bagaimana bisa ada penjual seperti Pak Kodir ini? Berjualan adalah cara mereka menyambung hidup, tetapi berjualan cara Pak Kodir seperti tidak masuk akal. Lagi pula, satu-satunya rezeki beliau cuma dari jualan soto.
Para pedagang lain berfikir bahwa pak mudakir punya pesugihan, bahkan mereka berfikir bahwa semua kebaikannya hanya sebagai penutup kedoknya yang suka pergi ke dukun. Namun dugaan itu tidak terbukti karena ia selalu ke masjid, tidak ada yang sesering itu pergi ke masjid selain Pak Kodir.
Pernah suatu pagi ia mendapat uang kembalian yang besar dari ibu-ibu dan pernah juga ia memberi makan bocah pengamen, anak itu bercerita ke semua orang dan tersebar luaslah cerita kebaikannya dan enaknya soto yang ia jual.
Begitulah cara aneh Tuhan membalas kebaikan Pak Kodir, hingga orang-orang menemukan niat Pak Kodir yang akan membangun masjid di daerah tempat tinggalnya. Semua orang merasa kehilangan Pak Kodir dan semua orang yang menuduh ia merasa bersalah karena dugaan itu benar-benar tak terbukti.
Setelah ditemukan meninggal, mayatnya langsung dikuburkan. Toni selalu bertanya tentang bagaimana Pak Kodir menata niat seperti itu namun beliau selalu menjawabnya dengan kalimat bahwa Kita punya rahasia dengan Allah. Dia Maha Tahu dan kita tidak tahu apa-apa. Dia sudah tahu apa yang kita niatkan dan lakukan apa yang menurut kita biak. Niat tidak perlu diumbar, yang penting menghasilkan kebaikan buat orang sekitar.

   B.     Analisis Data
1.    Cerpen “Pak Kodir” karya Ken Hanggara
a.    Struktur Cerpen
1)   Alur
Untuk menemukan struktur alur yang digunakan oleh pengarang di dalam cerpen ini, peneliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam cerpen. Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
1.            Orang-orang berkumpul di masjid, melihat tontonan mayat Pak Kodir dalam posisi sujud.
2.            Kabar meninggalnya Pak Kodir langsung tersebar luas dan semua orang hanya menceritakan semua kebaikannya.
3.            Kebaikan-kebaikan Pak Kodir semasa hidup mulai diungkit kembali.
3.1    Bagi Pak Mudakir memberi orang makan secara gratis itu rugi.
3.2    Namun Pak Kodir malah suka membagikan sotonya secara gratis.
3.3    Istri pak Kodir sudah lama meninggal dan ia tak memiliki anak, hanya sekali menikah. Begitulah kisah asramanya yang tidak mencintai dunia secara berlebihan.
3.4    Orang-orang sering memanfaatkan kebaikan Pak Kodir dengan sengaja mengatakan bahwa mereka tak membawa dompet dan gratislah makanan yang mereka santap.
3.5    Ada juga orang-orang yang secara langsung meminta soto gratis dan Pak Kodir melayaninya sama dengan yang membayar.
3.6    Pak Mudakir dan pedagang lainnya heran dengan Pak Kodir yang suka memberi makan gratis pada pelanggannya yang lupa membawa dompet.
3.7    Pedagang lain berfikir bahwa Pak Kodir punya pesugihan karena penghasilannya hanya dari berjualan soto di pertigaan jalan tersebut.
3.8    Bahkan ada yang berfikir membagikan soto secara gratis adalah kedok Pak Kodir untuk menutupi keburukannya yang sering ke dukun.
3.9    Namun dugaan Pak Kodir punya pesugihan tak terbukti karena ia selalu ke masjid.
3.10  Pak Kodir malah tertawa dan beristigfar saat ia tahu orang-orang mengatakan bahwa ia punya pesugihan.
3.11  Suatu hari ada ibu-ibu membeli soto untuk anaknya karena terburu-buru uang kembaliannya untuk Pak Kodir.
3.12  Pernah juga Pak Kodir memberi makan anak pengamen lalu berita tentang lezatnya soto miliknya tersebar luas.
3.13  Ada saja cara aneh Tuhan membalas kebaikan Pak Kodir.
4.      Pak Kodir punya niat untuk membangun mesjid dan niat Pak Kodir itu hanya ditulisnya di selembar kertas di dalam dompet miliknya, orang-orang menemukannya dan ketahuanlah rencana Pak Kodir itu.
5.      Warga kampung akhirnya sadar bahwa Pak Kodir tidak punya pesugihan dan merasa kehilangan.
6.      Setelah ditemukan meninggal dalam posisi sujud, jasadnya langsung di kuburkan.
7.      Si tokoh aku (Toni)  bingung bagaimana bisa menata niat seperti Pak Kodir.
8.      Pak Kodir selalu menjawab pertanyaan Toni berupa niat tidak perlu diumbar lakukanlah yang baik-baik saja. Lakukanlah yang bermanfaat bagi orang lain karena Allah Maha Tahu.




                             3
                               1                  2                                         4      5      6      7       8
                                     
                         Bagan 4.1 Urutan Sekuen Cerpen “Pak Kodir”

      Bulatan yang tidak tertutup menunjukkan ingatan tokoh aku (Toni) tentang kebaikan-kebaikan Pak Kodir semasa hidup, sedangkan angka menunjukkan sekuen. Cerpen ini terdiri dari 8 sekuen berada pada saat penceritaan,  dan 13 sekuen berada pada sorot balik (3.1-3.13),  jadi seluruhnya ada 21 sekuen. Apabila diperhatikan, jumlah sekuen pada sorot balik (13 sekuen) lebih banyak daripada jumlah sekuen pada saat penceritaan. Maka jelaslah bahwa secara kronologis alur cerpen ini disusun menggunakan alur mundur atau sorot balik. Pada bagian awal cerpen ini menceritakan tentang orang-orang yang berkumpul karena melihat mayat Pak Kodir dalam posisi sujud, berita meninggalnya langsung tersebar luas. Orang-orang hanya menceritakan kebaikannya, kebaikan yang berupa selalu memberikan soto gratis pada pelanggannya, namun pedagang lain berfikir bahwa Pak Kodir punya pesugihan karena satu-satunya penghasilan Pak Kodir dari berjualan soto. Semua kebaikannya itu hanya kedoknya agar terlihat baik untuk menutupi keburukannya yang sering ke dukun, namun dugaan itu jelas tidak benar karena Pak Kodir selalu ke masjid dan rajin beribadah. Setelah ditemukan meninggal tidak butuh waktu lama Pak Kodir sudah dikuburkan dan semua yang menuduhnya menyesal dan merasa kehilangan sosoknya. Toni (aku) bingung bagaimana menata niat seperti yag dilakukan Pak Kodir dan Pak Kodir selalu menjawab pertanyaannya dengan pernyataan bahwa niat tak perlu diumbar dan lakukan hal yang baik dan bermanfaat bagi orang lain, Allah yang mengatur karena Allah Maha Mengetahui.

2)   Penokohan
a.    Pak Kodir
Pak Kodir merupakan sosok orang yang baik dan suka menolong. Ia selalu memberikan soto gratis pada orang yang dompetnya ketinggalan saat makan sotonya dan suka membagikan sotonya secara gratis bila sotonya tidak terjual habis.
Begitu hafalnya watak orang akan tabiat nyaris malaikat dari Pak Kodir, maka tak jarang orang memanfaatkannya.
Pelanggan soto kadang sengaja datang tidak membawa dompet. Begitu selesai makan, beralasan, "Waduh, Pak, dompet ketinggalan nih!"
Dan Pak Kodir pun melambaikan tangan, "Santai. Berarti itu rezekimu."

Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Kodir adalah orang yang baik dan suka menolong sesama. Cerpen ini juga memaparkan bahwa Pak Kodir tidak memiliki anak dan istinya sudah lama meninggal dunia, tinggallah ia sebata kara. Selain itu, dalam cerpen ini juga dipaparkan bahwa Pak Kodir orang yang soleh, rajin beribadah dan yang pasti selalu pergi ke masjid. Bahkan Pak Kodir punya niat untuk membangun masjid dari uang hasil jualan sotonya. Hal ini terungkap dari pernyataan Pak Kodir saat ia mendengar fitnah dari orang yang mengatakan ia punya pesugihan.

"Orang seharusnya tahu, rezeki ini datang dari Allah. Diturunkan dari langit, dan keluar dari perut bumi. Semua yang kita kerjakan, semua yang kita doakan, selalu ada balasan yang setimpal," kata Pak Kodir, jika ada yang bercerita bagaimana orang-orang curiga ia memiliki pesugihan. Pak Kodir tertawa dan istighfar beberapa kali.

3)   Latar
Ruang lingkup sebuah karya sastra fiksi hakikatnya adalah keberadaan sebuah dunia yang dibangun oleh si pengarang. Latar menyangkut ruang dimana peristiwa itu berlangsung. Oleh karena itu, latar tidak hanya merupakan bentukan sebuah tempat yang diciptakan; melainkan ruang waktu dan latar budaya bisa saja muncul dalam latar itu. Pada bagian latar ini akan diuraikan latar tempat dan latar waktu yang menjadi latar dari peristiwa yang dialami oleh para tokoh di dalam cerpen ini. Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

a.    Latar tempat
Masjid merupakan ruang bergerak dalam cerpen ini. Di dalam masjid tersebut pengarang menggambarkan keberadaan tokoh serta peristiwa yang dialami oleh para tokoh.  Hal ini dapat dilihat dari saat pertama si pengarang membuka cerita.
Orang-orang berkumpul di masjid pagi itu, menonton seorang ahli ibadah sedang berada dalam posisi sujud selama lebih dari satu jam. Tentu saja beliau sudah mangkat. Orang memanggilnya Pak Kodir. Sehari-hari jualan soto di pertigaan dan semua orang kenal soto ayamnya yang lezat. Jadi, ketika kabar ini merebak, orang-orang pun berpikir, "Siapa yang jual soto seenak itu lagi, ya?"

Dari kutipan di atas terlihat bahwa di masjid merupakan tempat pertama yang digunakan pengarang saat memulai cerpennya. Kemudian pengarang menceritakan kembali kebaikan-kebaikan Pak Kodir semasa hidup yang berjualan soto di pertigaan, tempat dimana ia mencari nafkah untuk dirinya sendiri karena ia tidak meiliki anak dan istrinya sudah meninggal. Kemudian ada juga saat di pemakaman, tapi hanya beberapa peristiwa saja sebagai pendukung, terlihat dari kutipan berikut.

Tidak butuh waktu lama, setelah ditemukan mangkat dalam posisi sujud, jasad itu telah diuruk tanah dan batu nisan telah tertancap dengan tulisan: Pak Kodir bin Jaelani. Di bawah ada tanggal lahir dan tanggal beliau wafat. Ditulis secara sederhana, dengan torehan huruf agar berantakan, karena yang menulis itu tidak kuat menahan tangisnya. Padahal, ia dianggap paling tegar, karena semua yang di sana tidak bisa menulis lebih baik. Orang-orang gemetar begitu hebatnya, hingga ada yang tak kuat berdiri.

b.    Latar waktu 
Latar waktu digunakan dengan tujuan melukiskan kapan suatu peristiwa terjadi. Latar waktu pada cerpen ini sangat erat kaitannya dengan latar tempat yang sudah dipaparkan sebelumnya. Latar waktu dalam cerpen ini dimulai pada waktu pagi hari saat orang-orang sedang berkumpul melihat tontonan mayat Pak Kodir dalam posisi sujud di dalam masjid. Latar waktu yang mengatakan kejadiannya terjadi pada pagi hari terlihat jelas pada kutipan berikut.

Pagi itu menjadi pagi paling mengharukan; kematian Pak Kodir membuat banyak orang kehilangan dan di kepala mereka terbayang masjid baru yang pernah dimimpikan seorang penjual soto. Sebuah masjid dengan kubah putih berkilau, yang di dalamnya selalu penuh orang-orang beribadah dan berdoa.

Latar waktu yang ditampilkan dalam kutipan di atas sangat menunjang suasana haru yang sedang di alami oleh para tokoh karena meninggalnya tokoh utama. Namun pengarang mengembalikan lagi ingatannya semasa Pak Kodir masih sehat dan masih berjualan soto di pertigaan. Kemudian mengembalikan lagi ingatannya pada saat penguburan Pak Kodir.
 Namun, secara umum latar waktu yang ditampilkan dalam cerpen ini meliputi pagi dan siang hari. Latar tempat dan latar waktu di atas sangat berpengaruh terhadap alur cerita. Keduanya menunjukkan adanya kelogisan cerita karena setiap peristiwa tidak akan pernah terlepas dari latar tempat dan waktu.


4)   Tema
Tema merupakan pokok permasalahan atau konflik sentral yang terkandung di dalam cerpen. Karena tema cerita tidak secara langsung disampaikan oleh pengarang, maka untuk mempermudah menentukan tema, peneliti mencoba mengemukakan konflik utama yang mendukung terbentuknya sebuah tema. Konflik tersebut adalah sebagai berikut.

Banyak penjual seperti Mudakir yang heran dan tidak habis pikir; bagaimana bisa ada penjual seperti Pak Kodir ini? Berjualan adalah cara mereka menyambung hidup, tetapi berjualan cara Pak Kodir seperti tidak masuk akal. Lagi pula, satu-satunya rezeki beliau cuma dari jualan soto.
"Beda kalau Pak Kodir jualan apa gitu di rumahnya, selain soto di warung dekat pertigaan itu," kata seseorang.
"Dan beda lagi kalau punya bisnis jualan baju gaul via online," kata yang lain.
Begitu banyak asumsi bahwa Pak Kodir mungkin punya pesugihan di rumahnya sehingga uangnya selalu saja ada dan rezekinya seperti mengalir tiada henti. Mungkin beliau membagi soto secara serampangan agar semua orang menganggapnya orang baik, padahal aslinya bejat dan senang pergi ke dukun.

Berdasarkan kutipan di atas jelaslah bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini menyangkut permasalahan tidak percayanya manusia pada Tuhannya atas rezeki yang telah diatur oleh-Nya. Namun tokoh Pak Kodir membuktikan bahwa rezeki itu memang sudah diatur olehnya, kita sebagai manusia hanya berusaha dan berbuat baiklah sebanyak-banyaknya. Ini terlihat jelas pada kutipan berikut.

Begitulah cara 'aneh' yang Tuhan tunjukkan demi membalas kebaikan seorang Pak Kodir. Pak Kodir sendiri tidak pernah berharap balasan mendadak semacam ini dan beliau memberi makan orang cuma untuk membahagiakan sesama. Uang itu akan beliau olah lagi menjadi soto dan sebagian ditabungnya untuk sebuah rencana besar: membangun satu masjid di dekat tempat tinggalnya, sebab masjid yang biasa ia tempati untuk salat dan mengaji sudah begitu tua dan nyaris roboh. Tidak ada yang inisiatif merenovasi atau apalah.

LAMPIRAN OBJEK PENELITIAN


Pak Kodir Karya Ken Hanggara
Orang-orang berkumpul di masjid pagi itu, menonton seorang ahli ibadah sedang berada dalam posisi sujud selama lebih dari satu jam. Tentu saja beliau sudah mangkat. Orang memanggilnya Pak Kodir. Sehari-hari jualan soto di pertigaan dan semua orang kenal soto ayamnya yang lezat. Jadi, ketika kabar ini merebak, orang-orang pun berpikir, "Siapa yang jual soto seenak itu lagi, ya?"
Meninggalnya Pak Kodir segera jadi kabar yang melesat ke segala arah. Tidak ada yang bicara keburukan; semua kenal beliau baik dan suka memberi makan gelandangan, pengemis, atau sesekali orang gila. Siapa pun mampir ke warungnya, tetapi tidak bawa uang, tidak perlu khawatir, karena Pak Kodir bakal memberi seporsi gratis buat Anda (kalau mau lebih juga boleh). Meski begitu, sotonya laris manis dan beliau tidak pernah rugi.

"Memberi makan orang sebanyak itu, kalau saya, wah...ya rugi!" kata Pak Mudakir, penjual gulai kambing yang warungnya berdiri persis di seberang warung Pak Kodir.
Tapi memang dasarnya Pak Kodir baik, tindakan ini bukan masalah. Beliau senang karena bisa menghangatkan perut orang.
"Perut hangat adalah bagian dari kehidupan, meski kita tidak disuruh untuk hidup dengan mengenyangkan diri. Maksudnya, makan secukupnya, asal perut kita ini hangat. Dengan demikian, kehidupan berjalan lancar," begitu kata beliau semasa hidup.
Pak Kodir meyakini, hidup bukan untuk makan, tetapi makanlah untuk hidup. Jadi, beliau senang melihat sesama makhluk hidup bisa bertahan hidup dan tidak kelaparan. Dengan begitu, mereka yang tidak kelaparan itu memiliki tenaga untuk beribadah. Pak Kodir kadang-kadang membagikan beberapa mangkuk sotonya gratis. Pernah juga satu hari hanya laku beberapa mangkuk, sisanya tandas oleh mereka yang tak berduit, dan beliau pulang dengan senyum mengembang.
Orang tidak heran Pak Kodir bisa berbuat sebaik ini, tanpa ada yang protes. Istri sudah meninggal beberapa tahun lalu. Anak-anak? Beliau tidak pernah punya anak. Satu kali menikah, satu kali perpisahan karena kematian; itulah kisah asmara Pak Kodir yang tidak mencintai dunia secara berlebih. Ia hanya bahagia hidup di dunia ini karena di sini ia bisa berbagi.
Begitu hafalnya watak orang akan tabiat nyaris malaikat dari Pak Kodir, maka tak jarang orang memanfaatkannya. Pelanggan soto kadang sengaja datang tidak membawa dompet. Begitu selesai makan, beralasan, "Waduh, Pak, dompet ketinggalan nih!"
Dan Pak Kodir pun melambaikan tangan, "Santai. Berarti itu rezekimu."
Kadang-kadang ada juga yang malah secara langsung, tanpa sungkan, menadahkan tangan meminta dua piring nasi soto karena sangat kelaparan. Pak Kodir pun melayani orang semacam ini sebagaimana ia melayani mereka yang membayar. Beliau memang tidak pernah pandang bulu.
Banyak penjual seperti Mudakir yang heran dan tidak habis pikir; bagaimana bisa ada penjual seperti Pak Kodir ini? Berjualan adalah cara mereka menyambung hidup, tetapi berjualan cara Pak Kodir seperti tidak masuk akal. Lagi pula, satu-satunya rezeki beliau cuma dari jualan soto.
"Beda kalau Pak Kodir jualan apa gitu di rumahnya, selain soto di warung dekat pertigaan itu," kata seseorang.
"Dan beda lagi kalau punya bisnis jualan baju gaul via online," kata yang lain.
Begitu banyak asumsi bahwa Pak Kodir mungkin punya pesugihan di rumahnya sehingga uangnya selalu saja ada dan rezekinya seperti mengalir tiada henti. Mungkin beliau membagi soto secara serampangan agar semua orang menganggapnya orang baik, padahal aslinya bejat dan senang pergi ke dukun.
Dugaan ini, sayang sekali, tidak pernah terbukti. Setiap hari Pak Kodir selalu ke masjid. Tidak ada yang pergi ke masjid sesering beliau. Beliau berjualan soto dari jam delapan pagi hingga jam dua siang. Dan sisa waktu itu, lebih banyak beliau habiskan di masjid. Beliau berada lebih lama di rumah apabila sedang tidur atau memasak soto pada dini hari sebelum azan subuh. Masjid seperti rumah kedua. Ia juga selalu mengaji dan kadang-kadang menjadi imam salat. Tidak ada ciri orang suka pergi ke dukun pada diri Pak Kodir.
"Orang seharusnya tahu, rezeki ini datang dari Allah. Diturunkan dari langit, dan keluar dari perut bumi. Semua yang kita kerjakan, semua yang kita doakan, selalu ada balasan yang setimpal," kata Pak Kodir, jika ada yang bercerita bagaimana orang-orang curiga ia memiliki pesugihan. Pak Kodir tertawa dan istighfar beberapa kali.
Tentu saja, penjual soto ini tidak pakai cara salah. Ia berjualan soto seperti biasa; hanya saja orang tidak tahu ketika setiap kali semangkuk soto yang beliau bagikan pada siapa pun, selalu kembali sepuluh kali lipat dari nilai laba semangkuknya.
Misal suatu pagi seorang ibu-ibu turun dari mobil dan memesan sebungkus soto ayam untuk menyambut calon menantu. Katakanlah ibu tersebut melakukan ini darurat. Ibu ini membayar dengan uang lebih besar dan pergi setelah mengatakan terima kasih berkai-kali karena soto Pak Kodir menolongnya keluar dari situasi malu.
Atau pernah juga begini: Pak Kodir memberi makan bocah pengamen, lalu anak itu bercerita ke semua orang hingga sampailah cerita kebaikan penjual soto pada seorang pemilik rental mobil. Orang itu lalu membeli soto beliau dan merasakan sotonya sangat enak. Ia katakan pada teman-temannya, "Soto ayam di dekat pertigaan itu enak banget. Cobain saja."
Lalu berbondong-bodonglah, beberapa hari kemudian, orang-orang yang diketahui sebagai teman pemilik rental mobil. Karena sotonya enak, mereka memaksa Pak Kodir menerima bayaran lebih besar.
"Soto ini mengingatkan masa muda saya," kata salah seorang.
"Soto ini memberi saya ide bagaimana jadi pengusaha baik, yang dekat dengan Tuhannya," kata orang kedua.
Begitulah cara 'aneh' yang Tuhan tunjukkan demi membalas kebaikan seorang Pak Kodir.
Pak Kodir sendiri tidak pernah berharap balasan mendadak semacam ini dan beliau memberi makan orang cuma untuk membahagiakan sesama. Uang itu akan beliau olah lagi menjadi soto dan sebagian ditabungnya untuk sebuah rencana besar: membangun satu masjid di dekat tempat tinggalnya, sebab masjid yang biasa ia tempati untuk salat dan mengaji sudah begitu tua dan nyaris roboh. Tidak ada yang inisiatif merenovasi atau apalah.
Niat ini tidak pernah terucapkan, kecuali ditulis di sehelai kertas di dalam dompet Pak Kodir. Ketika beliau meninggal dan di sakunya ditemukan dompet tersebut, orang memeriksa isinya dan ketahuanlah niat membangun masjid dari tabungan yang dipunyai selama ini.
Pagi itu menjadi pagi paling mengharukan; kematian Pak Kodir membuat banyak orang kehilangan dan di kepala mereka terbayang masjid baru yang pernah dimimpikan seorang penjual soto. Sebuah masjid dengan kubah putih berkilau, yang di dalamnya selalu penuh orang-orang beribadah dan berdoa.
Aku sendiri ikut mengurus jenazah Pak Kodir yang bertubuh lumayan gendut, tapi beliau tidak terasa berat. Ringan seakan menggotong beberapa keping kayu bakar yang kering. Mudakir juga mengakui itu dan sadar fenomena macam ini berhubungan dengan perbuatan baik manusia semasa hidup. Ia menangis sesenggukan karena dulu berburuk sangka pada Pak Kodir.
"Kukira punya pesugihan. Malah pernah juga kukira dia bandar togel atau apalah yang tidak halal," kata Mudakir pada suatu hari. Aku dengar ia berkata itu dengan wajah merah padam.
Sekarang, begitu menangis, Mudakir tidak bisa berucap lain selain istighfar.
***
Tidak butuh waktu lama, setelah ditemukan mangkat dalam posisi sujud, jasad itu telah diuruk tanah dan batu nisan telah tertancap dengan tulisan: Pak Kodir bin Jaelani. Di bawah ada tanggal lahir dan tanggal beliau wafat. Ditulis secara sederhana, dengan torehan huruf agar berantakan, karena yang menulis itu tidak kuat menahan tangisnya. Padahal, ia dianggap paling tegar, karena semua yang di sana tidak bisa menulis lebih baik. Orang-orang gemetar begitu hebatnya, hingga ada yang tak kuat berdiri.
"Siapa yang jual soto seenak itu lagi, ya?"
Pertanyaan itu kembali terngiang selama tujuh hari berturut-turut setelah kematian Pak Kodir. Aku pelanggan soto ayamnya. Tetapi tidak pernah berbohong dengan bilang dompetku ketinggalan atau dijambret orang. Aku bawa uang dan membayar soto seperti sewajarnya. Aku tidak protes kenapa Pak Kodir sering memberi orang yang tidak dikenal makanan. Bahkan anak jalanan yang berkelompok kadang membawa teman mereka untuk turut makan.
Aku hanya berkata, "Bagaimana menata niat itu, Pak?"
Selalu, Pak Kodir menjawabnya dengan santai, "Kita punya rahasia dengan Allah. Dia Maha Tahu dan kita tidak tahu apa-apa, 'kan? Dia sudah tahu apa yang kita niatkan dan lakukan apa yang menurut Nak Toni baik. Niat tidak perlu diumbar, yang penting menghasilkan kebaikan buat orang sekitar. Saya kira, itulah cara menata niat. Saya tidak tahu cara menjelaskannya lebih detil. Maklum, bukan orang pinter. Hehehe."
(Dimuat di Republika edisi Minggu, 17 April 2016)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar