Seiring
perkembangan zaman, apalagi di era globalisasi ini, perempuan tentunya sudah
bebas untuk bergerak. Perempuan akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan
laki-laki di berbagai aspek kehidupan, di bidang sosial, bidang ekonomi maupun
di bidang politik. Saat ini perempuan sudah bisa ikut berpartisipasi dalam
membangun Negara secara nyata. Melalui keterlibatannya di pemerintah seperti
yang kita ketahui pada tahun 2001 – 2004, presiden Indonesia dijabat oleh
Megawati Soekarnoputri, putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Tentu banyak
keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapainya seperti mendirikan lembaga
pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, menghentikan aktivitas pertambangan
Freeport di Papua, menghentikan kontrak pertambangan minyak Caltex di Blok
Natuna Kepri, dan masih banyak lagi keberhasilan-keberhasilan yang telah
dicapainya dalam membangun bangsa ini. Tokoh lainnya seperti Susi Pudjiastuti
yang mempunyai prestasi sangat gemilang dalam usahanya. Selain menjadi juragan
ikan kini beliau juga maskapai penerbangan. Beliau adalah Menteri Kelautan dan
Perikanan di Negara kita ini. Tokoh selanjutnya seperti yang kita ketahui
bersama, Mari Elka Pangestu seorang ekonom Indonesia kelas dunia. Kita juga
mengenal Susi Susanti yang telah mengharumkan nama Indonesia dalam bidang
olahraga (bulu tangkis). Hal ini membuktikan bahwa perempuan juga bisa
dihandalkan dalam pembangunan negeri ini.
Pada
zaman dahulu perempuan pada umumnya hanya menjalankan kehidupan rumah tangga.
Perempuan tidak berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti laki-laki. Dan
mengibaratkannya perempuan hanya ada di sumur, dapur, dan kasur. Diluar ketiga
aktivitas itu perempuan tidak berhak mendapatkannya apalagi mendapatkan
pendidikan yang luas dan setinggi-tingginya. Seperti kita ketahui tokoh
emansipasi wanita yang begitu terkenal dan fenomenal itu adalah Ibu R.A Kartini,
yang mempelopori perempuan sehingga terbebas dari belenggu yang menyatakan
bahwa perempuan tidak berhak mendapatkan pendidikan selayaknya laki-laki.
Karena perjuangan Ibu R.A Kartini ini, kini perempuan Indonesia bisa mengenyam
pendidikan selayaknya laki-laki, setinggi-tingginya dan seluas-luasnya. Jika
perempuan saat ini terus menerusan seperti perempuan pada zaman Ibu Kartini,
tentu saja disini ada perbedaan intelektual antara suami dan istri nantinya.
Sedangkan untuk membentuk keluarga, terutama dalam mendidik anak, dibutuhkan
seorang ayah yang berpendidikan tinggi dan ibu yang berpendidikan tinggi pula.
Karena sebenarnya yang paling banyak mendidik anak sebenarnya ibunya bukan
ayahnya sedangkan sang ayah mencari nafkah untuk keluarganya, tentu saja disini
ibu yang memiliki peran lebih banyak untuk mendidik anak ketimbang ayah. Oleh
karena itu ibu juga harus memiliki intelektual dan wawasan yang tinggi.
Pemahaman
tentang perempuan menurut paradigma lama
yang menyatakan bahwa perempuan itu hanya ada di sumur, dapur dan kasur membuat
mereka berfikiran bahwa seolah-olah perempuan
hanya terlahir untuk melayani suami, jadi mereka berfikiran tidak perlu
sekolah yang tinggi-tinggi jika pada akhirnya hanya berkecipung di sumur, dapur
dan kasur. Sebenarnya terlalu dangkal jika memahami paradigma itu dalam artian yang
sempit seperti itu. Bila difikirkan lagi, paradigma orangtua pada zaman dahulu
itu merupakan sebuah nasehat untuk istri agar memberikan pelayanan yang baik kepada
suami sebagai bentuk bakti, kasih sayang dan cintanya untuk sang suami. Sesungguhnya
banyak hal yang bisa dilakukan istri diluar ketiga aktivitas itu, dan yang
paling penting jangan sampai melalaikan tugasnya sebagai istri.
Namun
di zaman era globalisai ini emansipasi wanita sekarang digunakan sebagai kedok
para perempuan yang terpenggaruh oleh perkembangan zaman, mereka menyatakan
bahwa paradigma di sumur dan dapur itu hanya paradigma negatif yang bisa
membuat perempuan kembali terpuruk sebagaimana perempuan pada zaman Ibu
Kartini. Merasa pekerjaan seperti memasak, mencuci, merawat anak, dan lain
sebagainya hanya tugas seorang pembantu, yaitu para perempuan yang tidak bisa
mengenyam pendidikan tinggi. Hingga
mereka mengabaikan tugasnya sebagai istri juga sebagai ibu, mereka berfikiran
bahwa untuk apa sekolah tinggi-tinggi, jika pada akhirnya harus melakukan aktivitas
itu yang bagaikan momok bagi mereka.
Tentu saja hal ini menyimpang dari ajaran Allah swt. Sedangkan Islam
mengajarkan agar seorang istri harus taat kepada suaminya. Sebagaimana dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau
bersabda yang artinya “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud
kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada
suaminya”.
Bagaimana
nasib generasi penerus jika para istri sudah mengabaikan tugasnya sebagai
seorang istri dan seorang ibu, bagaimana sang anak yang kurang mendapat
perhatian dari ibunya. Jika mereka beranggapan bahwa semua bisa diserahkan ke
pihak sekolah, tentu saja berbeda dengan didikan yang diberikan oleh
keluarganya, terutama ibunya. Sedangkan keluarga adalah lingkungan pertama yang
mengajarkan anak tentang nilai-nilai kehidupan. Dalam hal ini benarlah ungkapan
yang menyatakan bahwa “Perempuan itu tiangnya Negara, apabila ia baik, maka
baiklah negaranya. Dan apabila ia rusak maka rusaklah Negara itu.” Ungkapan itu
bagaikan poros utama bagi kehidupan manusia, yang menyatakan bahwa begitu
besarnya peran seorang perempuan dalam kehidupan ini. Namun persoalannya
lagi-lagi tentang pendidikan. Dikalangan kita masih banyak ibu-ibu yang
berpendidkan masih rendah, oleh karena itu peranannya dalam mendidik anak
sangat minim dan terbatas.
Indonesia
saat ini benar-benar dalam keadaan krisis moralitas, semua itu karena apa,
karena kurangnya nilai moral yang ditanamkan oleh generasi penerus. Mereka kini
beranggapan bahwa pengetahuan di atas segala-galanya hingga mengabaikan moral
yang sebenarnya lebih penting. Untuk itu perempuan sebagai seorang ibu juga
harus memiliki moral yang tinggi dan wawasan yang luas, agar bisa semaksimal
mungkin mendidik anaknya tentu saja tidak terlepas dari ajaran agama Islam.
Indonesia hanya akan maju bila mejadikan islam sebagai dasar pada setiap
langkahnya. Allah telah mengatur segala tata cara kehidupan manusia di dalam
Al-Quran.
Sebelum
islam datang, kaum perempuan bagai barang dagangan yang murah yang bisa
diwariskan namun tak bisa diwarisi, bahkan ada yang di kubur hidup-hidup karena
takut aib jika memiliki seorang anak perempuan. Sebagaimana dalam firman Allah
yang artinya: “Dan apabila dari seorang mereka diberi kabar dengan (kelahiran)
anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia
menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan menanggung kehinaan atau akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah alangkah buruknya apa
yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59). Ada juga yang menganggap perempuan
sebagai budak seks yang bisa digunakan semaunya. Begitu kejamnya mereka
memperlakukan perempuan, bagaikan tak memiliki harga diri.
Namun
setelah islam datang, kehidupan mereka berubah. Mereka terselamatkan dari
kezhaliman dan para pelakunya, bahkan kedudukan laki-laki dan perempuan sama di
hadapan Allah, ketakwaan merekalah yang membedakannya. Allah berfirman yang
artinya “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu
(terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara
kamu adalah yang paling bertakwa. (Q.S 49:13). Islam juga memberi kemulian dan
kehormatan pada perempuan, sehingga perempuan bisa menikmati kehidupannya dan
hak-haknya di bawah naungan islam. Amat beruntung seorang perempuan itu, ketika
masih kecil dijaga dan dilindungi oleh ayah dan saudara laki-lakinya dan ketika
sudah menikah dijaga dan dilindungi oleh suaminya. Bahkan cara mempelakukan
seorang perempuan pun haruslah secara lembut, dikasihi dan juga disayangi. Dan
bahkan syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Begitu istimewanya
kedudukan perempuan di mata Islam. Islam juga mengatur tata cara penampilan dan
cara bergaul perempuan bukan dengan maksud untuk mngekang namun untuk menjaga
dan melindungi perempuan.
Namun
perempuan Indonesia saat ini seakan menurunkan harga dirinya sendiri, lihat
saja tak jarang saat ini, banyak sekali wanita-wanita PSK. Merokok,
minum-minuman keras, pecandu narkoba, terlibat dalam pergaulan bebas dan masih
banyak lagi kenakalan-kenakalan yang dilakukan perempuan Indonesia saat ini. Tentu
saja hal-hal itu sudah melanggar peraturan hukum dan berhak mendapat hukuman
yang setimpal. Jika mereka sampai dihukum dan ditangkap oleh polisi karena
kelakuan-kelakuanya yang melanggar aturan, siapa yang malu tentu kaumnya
sendiri, kaum perempuan yang tidak tahu apa-apa tetapi terkena dampak buruknya.
Dimulai dari yang masih remaja sampai dewasa. Menjadi Miss Indonesia bahkan
sampai menjadi Miss World dengan pakaian yang hampir telanjang. Padahal seluruh
tubuh perempuan adalah aurat kecuali telapak tangan dan muka, aurat yang diharuskan
untuk menutupnya secara rapat dan dijaga
sebaik-baiknya. Perempuan saat ini sudah terpengaruh dengan budaya Barat, mulai
dari cara penampilan yang terbuka, cara berbicara, cara makan, cara bergaul,
dan bahkan sampai ke cara mengambil keputusan, bersikap dan berfikir. Sangat
disayangkan padahal Islam sangat memuliakan perempuan tapi mereka sendiri tidak
menghargai dirinya sendiri. Bagaimana orang lain mau menghargai mereka jika
mereka saja tidak mau menghargai dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang
mulia dan istimewa. Saat perempuan tidak mau menjaga dirinya yang dirugikan tak
hanya dirinya sendiri tapi orang yang di sekelilingnya seperti ayahnya, suaminya
dan saudara laki-lakinya juga terkena dampaknya. Karena selangkah perempuan
keluar rumah tidak menutup aurat selangkah juga menghantarkan ayahnya ke
neraka.
Dengan
masalah-masalah yang muncul ini, justru bertolak belakang dengan emansipasi
yang diinginkan ibu kita Kartini, yang awalnya sebuah kemajuan dan sebuah keistimewaan
bagi kaum perempuan malah menjadi kemunduran bagi kaum perempuan yang bisa saja
menurunkan martabatnya sebagai perempuan yang seharusnya dihargai. Emansipasi
sering kali dijadikan alasan bagi kaum perempuan, terutama remaja untuk
mendapatkan kebebasan yang seluas-luasnya yang terkadang melebihi batasan yang
seharusnya.
Islam
memang membenarkan bahwa perempuan aktif dalam berbagai aktivitas. Para
perempuan boleh bekerja di bidang apa saja, baik di dalam maupun di luar
rumahnya, baik secara mandiri ataupun bekerjasama dengan orang lain. Selama
mereka bisa memelihara diri dan agamanya, selama pekerjaan yang dilakukannya
dalam suasana terhormat, sopan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang
kemungkinan dapat terjadi pada dirinya maupun lingkungannya. Bagi keluarga dan
suaminya, jika ia sudah memiliki suami. Berbicara tentang istri dan pekerjaan
alangkah baiknya jika perempuan tidak menyebut dirinya sebagai wanita karir
namun membantu suami agar lebih menghormati sang suami dan tak melalaikan
kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu.
Bahkan
pada zaman nabi perempuan ikut andil dalam berbagai aktivitas dalam
memperjuangkan islam, seperti terlibat dalam peperangan-peperangan. Nama-nama
yang terlibat di peperangan-peperangan pada zaman nabi seperti Ummu Salamah,
Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah dan lain-lain. Tak
hanya peperangan, ada juga yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu
Salim binti Malhan, Shafiyah bin Huyay, ada juga yang bekerja sebagai perawat,
bidan, sebagai pedagang yaitu istri nabi, Siti Khadijah tercatat sebagai
seorang yang sukses. Istri nabi Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai
pada menyamak kulit binatang, yaitu pengolahan kulit mentah menjadi bahan
setengah jadi untuk kerajinan. Ada juga seorang perempuan yang pandai menulis
seperti Al-Syifa’, yang ditugaskan oleh khalifah Umar r.a sebagai petugas yang
menangani pasar kota madinah. Hal ini membuktikan bahwa perempuan diberi
kebebasan dalam hal bekerja sebagaimana laki-laki namun Rasul saw banyak
memberi perhatian kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan
mengisinya dengan pekerjaan yang bermanfaat.
Namun
tak semua wanita bisa aktif dan ikut andil dalam pekerjaan seperti yang
disebutkan di atas, ada juga tipe perempuan yang lebih suka di dalam rumah. Namun
jangan khawatir mereka juga bisa ikut andil dalam membangun negeri dan karakter
negeri ini dengan mendidik generasi penerusnya. Dengan cara menulis, pada zaman
yang sudah modern ini alangkah baiknya mereka menulis dan ikut membangun
karakter generasi penerus bangsa ini dengan tulisan-tulisan mereka.
Tulisan-tulisan yang bermanfaat misalnya seperti penulis perempuan yang
terkenal di negeri ini yaitu seperti Asma Nadia. Melalui karya-karyanya yang
banyak menginspirasikan banyak orang ini ia mendapat banyak penghargaan. Bahkan
ada istilah yang mengatakan ubahlah dunia dengan tulisan. Tentu saja dengan
tulisan-tulisan yang bermanfaat dan tidak lepas dari ajaran islam. Ubah mindset
generasi penerus bangsa ini dengan tulisan, yang positif tentunya. Tak jarang
banyak remaja yang suka membaca apalagi di zaman penuh dengan kecanggihan ini,
mereka bisa membacanya di internet, di media sosial yang mereka miliki. Karena
remaja pada umumnya akan bertindak dari apa yang ia baca. Di masa memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia pun mereka mempersatukan bangsa dimulai dari sebuah ide
yang dituliskan dan dipublikasikan.
Sang
pelopor emansipasi wanita, Ibu Kartini. Dia juga menuangkan buah-buah
pikirannya melalui tulisan. Gagasan-gagasan Ibu Kartini mengenai emansipasi
atau persamaan hak wanita ini bisa merubah pandangan masyarakat. Sehingga kini
perempuan bisa menikmati hak-haknya sebagai perempuan dan mendapatkan kedudukan
yang sama layaknya laki-laki. Tak hanya mengenai emansipasi wanita, tulisan-tulisan
Kartini uga berisi tentag Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri
kemanusiaan dan juga Nasionalisme. Dalam tulisannya Kartini juga menyinggung
mengenai agama. Menurut Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara, dalam bukunya “Api
Sejarah” (2009), dari surat-suratnya yang dikenal dengan “Habis Gelap Terbitlah
Terang” dikisahkan bagaimana kekaguman Kartini kepada Al-Quran. Seperti kutipan
dari surat yang ditulis Kartini yang berbunyi “… Agama itu yang sebenarnya
harus mempersatukan semua hamba Allah, sejak dari dahulu-dahulu menjadi pangkal
perselisihan dan perpecahan, jadi sebab perkelahian berbunuh-bunuhan yang
sangat ngeri dan bengisnya. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa,
tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu – (R.A
Kartini).”
Selain
Kartini ada juga Rahmah El-Yunusiyyah. Kontribusinya dalam memperjuangkan pendidikan Islam terutama bagi kaum perempuan
muslimah di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Rahmah berhasil
mendirikan Al-Madrasatul Diniyyah atau sekolah Diniyyah Putri, kemudian ada
Menyesal School, yaitu sekolah untuk memberantas buta huruf dikalangan-kalangan
ibu rumah tangga dan masih banyak lagi sekolah-sekolah yang lainnya yang
berhasil ia dirikan.
Apapun
profesinya perempuan Indonesia baik di luar maupun di dalam rumah, maka
sebaiknya mereka saling mendukung dan saling mempererat hubungannya jangan
sampai ada yang saling menghina. Untuk itu meski apapun profesi yang
digelutinya tetap jadilah perempuan Indonesia yang memiliki wawasan yang luas
namun berkarakter yang tinggi pula. Dan jadilah teladan untuk generasi penerus
bangsa. Ciptakanlah anak-anak bangsa yang berpendidikan tinggi namun memiliki
karakter yang baik. Lahirkanlah anak-anak yang bisa menjadi pemimpin yang baik
dan perkenalkanlah kepada mereka tentang islam lebih luas lagi. Karena untuk
menjadi ibu dan istri yang baik tidak ada sekolah khususnya. Dan jangan sampai
membuat malu kaumnya sendiri dengan cara memperbaiki karakternya sebagai
perempuan Indonesia yang dimuliakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar