Jumat, 29 April 2016

Artikel Spesial Hari Kartini : Cita-Cita Perempuan Indonesia



Seiring perkembangan zaman, apalagi di era globalisasi ini, perempuan tentunya sudah bebas untuk bergerak. Perempuan akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan laki-laki di berbagai aspek kehidupan, di bidang sosial, bidang ekonomi maupun di bidang politik. Saat ini perempuan sudah bisa ikut berpartisipasi dalam membangun Negara secara nyata. Melalui keterlibatannya di pemerintah seperti yang kita ketahui pada tahun 2001 – 2004, presiden Indonesia dijabat oleh Megawati Soekarnoputri, putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Tentu banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapainya seperti mendirikan lembaga pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, menghentikan aktivitas pertambangan Freeport di Papua, menghentikan kontrak pertambangan minyak Caltex di Blok Natuna Kepri, dan masih banyak lagi keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapainya dalam membangun bangsa ini. Tokoh lainnya seperti Susi Pudjiastuti yang mempunyai prestasi sangat gemilang dalam usahanya. Selain menjadi juragan ikan kini beliau juga maskapai penerbangan. Beliau adalah Menteri Kelautan dan Perikanan di Negara kita ini. Tokoh selanjutnya seperti yang kita ketahui bersama, Mari Elka Pangestu seorang ekonom Indonesia kelas dunia. Kita juga mengenal Susi Susanti yang telah mengharumkan nama Indonesia dalam bidang olahraga (bulu tangkis). Hal ini membuktikan bahwa perempuan juga bisa dihandalkan dalam pembangunan negeri ini.
Pada zaman dahulu perempuan pada umumnya hanya menjalankan kehidupan rumah tangga. Perempuan tidak berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti laki-laki. Dan mengibaratkannya perempuan hanya ada di sumur, dapur, dan kasur. Diluar ketiga aktivitas itu perempuan tidak berhak mendapatkannya apalagi mendapatkan pendidikan yang luas dan setinggi-tingginya. Seperti kita ketahui tokoh emansipasi wanita yang begitu terkenal dan fenomenal itu adalah Ibu R.A Kartini, yang mempelopori perempuan sehingga terbebas dari belenggu yang menyatakan bahwa perempuan tidak berhak mendapatkan pendidikan selayaknya laki-laki. Karena perjuangan Ibu R.A Kartini ini, kini perempuan Indonesia bisa mengenyam pendidikan selayaknya laki-laki, setinggi-tingginya dan seluas-luasnya. Jika perempuan saat ini terus menerusan seperti perempuan pada zaman Ibu Kartini, tentu saja disini ada perbedaan intelektual antara suami dan istri nantinya. Sedangkan untuk membentuk keluarga, terutama dalam mendidik anak, dibutuhkan seorang ayah yang berpendidikan tinggi dan ibu yang berpendidikan tinggi pula. Karena sebenarnya yang paling banyak mendidik anak sebenarnya ibunya bukan ayahnya sedangkan sang ayah mencari nafkah untuk keluarganya, tentu saja disini ibu yang memiliki peran lebih banyak untuk mendidik anak ketimbang ayah. Oleh karena itu ibu juga harus memiliki intelektual dan wawasan yang tinggi.
Pemahaman tentang perempuan menurut  paradigma lama yang menyatakan bahwa perempuan itu hanya ada di sumur, dapur dan kasur membuat mereka berfikiran bahwa seolah-olah perempuan  hanya terlahir untuk melayani suami, jadi mereka berfikiran tidak perlu sekolah yang tinggi-tinggi jika pada akhirnya hanya berkecipung di sumur, dapur dan kasur. Sebenarnya terlalu dangkal jika memahami paradigma itu dalam artian yang sempit seperti itu. Bila difikirkan lagi, paradigma orangtua pada zaman dahulu itu merupakan sebuah nasehat untuk istri agar memberikan pelayanan yang baik kepada suami sebagai bentuk bakti, kasih sayang dan cintanya untuk sang suami. Sesungguhnya banyak hal yang bisa dilakukan istri diluar ketiga aktivitas itu, dan yang paling penting jangan sampai melalaikan tugasnya sebagai istri.
Namun di zaman era globalisai ini emansipasi wanita sekarang digunakan sebagai kedok para perempuan yang terpenggaruh oleh perkembangan zaman, mereka menyatakan bahwa paradigma di sumur dan dapur itu hanya paradigma negatif yang bisa membuat perempuan kembali terpuruk sebagaimana perempuan pada zaman Ibu Kartini. Merasa pekerjaan seperti memasak, mencuci, merawat anak, dan lain sebagainya hanya tugas seorang pembantu, yaitu para perempuan yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi.  Hingga mereka mengabaikan tugasnya sebagai istri juga sebagai ibu, mereka berfikiran bahwa untuk apa sekolah tinggi-tinggi, jika pada akhirnya harus melakukan aktivitas itu yang bagaikan momok bagi mereka. Tentu saja hal ini menyimpang dari ajaran Allah swt. Sedangkan Islam mengajarkan agar seorang istri harus taat kepada suaminya. Sebagaimana dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda yang artinya “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya”.  
Bagaimana nasib generasi penerus jika para istri sudah mengabaikan tugasnya sebagai seorang istri dan seorang ibu, bagaimana sang anak yang kurang mendapat perhatian dari ibunya. Jika mereka beranggapan bahwa semua bisa diserahkan ke pihak sekolah, tentu saja berbeda dengan didikan yang diberikan oleh keluarganya, terutama ibunya. Sedangkan keluarga adalah lingkungan pertama yang mengajarkan anak tentang nilai-nilai kehidupan. Dalam hal ini benarlah ungkapan yang menyatakan bahwa “Perempuan itu tiangnya Negara, apabila ia baik, maka baiklah negaranya. Dan apabila ia rusak maka rusaklah Negara itu.” Ungkapan itu bagaikan poros utama bagi kehidupan manusia, yang menyatakan bahwa begitu besarnya peran seorang perempuan dalam kehidupan ini. Namun persoalannya lagi-lagi tentang pendidikan. Dikalangan kita masih banyak ibu-ibu yang berpendidkan masih rendah, oleh karena itu peranannya dalam mendidik anak sangat minim dan terbatas.
Indonesia saat ini benar-benar dalam keadaan krisis moralitas, semua itu karena apa, karena kurangnya nilai moral yang ditanamkan oleh generasi penerus. Mereka kini beranggapan bahwa pengetahuan di atas segala-galanya hingga mengabaikan moral yang sebenarnya lebih penting. Untuk itu perempuan sebagai seorang ibu juga harus memiliki moral yang tinggi dan wawasan yang luas, agar bisa semaksimal mungkin mendidik anaknya tentu saja tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Indonesia hanya akan maju bila mejadikan islam sebagai dasar pada setiap langkahnya. Allah telah mengatur segala tata cara kehidupan manusia di dalam Al-Quran.
Sebelum islam datang, kaum perempuan bagai barang dagangan yang murah yang bisa diwariskan namun tak bisa diwarisi, bahkan ada yang di kubur hidup-hidup karena takut aib jika memiliki seorang anak perempuan. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: “Dan apabila dari seorang mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan menanggung kehinaan atau akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59). Ada juga yang menganggap perempuan sebagai budak seks yang bisa digunakan semaunya. Begitu kejamnya mereka memperlakukan perempuan, bagaikan tak memiliki harga diri.
Namun setelah islam datang, kehidupan mereka berubah. Mereka terselamatkan dari kezhaliman dan para pelakunya, bahkan kedudukan laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah, ketakwaan merekalah yang membedakannya. Allah berfirman yang artinya “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa. (Q.S 49:13). Islam juga memberi kemulian dan kehormatan pada perempuan, sehingga perempuan bisa menikmati kehidupannya dan hak-haknya di bawah naungan islam. Amat beruntung seorang perempuan itu, ketika masih kecil dijaga dan dilindungi oleh ayah dan saudara laki-lakinya dan ketika sudah menikah dijaga dan dilindungi oleh suaminya. Bahkan cara mempelakukan seorang perempuan pun haruslah secara lembut, dikasihi dan juga disayangi. Dan bahkan syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Begitu istimewanya kedudukan perempuan di mata Islam. Islam juga mengatur tata cara penampilan dan cara bergaul perempuan bukan dengan maksud untuk mngekang namun untuk menjaga dan melindungi perempuan.
Namun perempuan Indonesia saat ini seakan menurunkan harga dirinya sendiri, lihat saja tak jarang saat ini, banyak sekali wanita-wanita PSK. Merokok, minum-minuman keras, pecandu narkoba, terlibat dalam pergaulan bebas dan masih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang dilakukan perempuan Indonesia saat ini. Tentu saja hal-hal itu sudah melanggar peraturan hukum dan berhak mendapat hukuman yang setimpal. Jika mereka sampai dihukum dan ditangkap oleh polisi karena kelakuan-kelakuanya yang melanggar aturan, siapa yang malu tentu kaumnya sendiri, kaum perempuan yang tidak tahu apa-apa tetapi terkena dampak buruknya. Dimulai dari yang masih remaja sampai dewasa. Menjadi Miss Indonesia bahkan sampai menjadi Miss World dengan pakaian yang hampir telanjang. Padahal seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali telapak tangan dan muka, aurat yang diharuskan untuk  menutupnya secara rapat dan dijaga sebaik-baiknya. Perempuan saat ini sudah terpengaruh dengan budaya Barat, mulai dari cara penampilan yang terbuka, cara berbicara, cara makan, cara bergaul, dan bahkan sampai ke cara mengambil keputusan, bersikap dan berfikir. Sangat disayangkan padahal Islam sangat memuliakan perempuan tapi mereka sendiri tidak menghargai dirinya sendiri. Bagaimana orang lain mau menghargai mereka jika mereka saja tidak mau menghargai dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang mulia dan istimewa. Saat perempuan tidak mau menjaga dirinya yang dirugikan tak hanya dirinya sendiri tapi orang yang di sekelilingnya seperti ayahnya, suaminya dan saudara laki-lakinya juga terkena dampaknya. Karena selangkah perempuan keluar rumah tidak menutup aurat selangkah juga menghantarkan ayahnya ke neraka.
Dengan masalah-masalah yang muncul ini, justru bertolak belakang dengan emansipasi yang diinginkan ibu kita Kartini, yang awalnya sebuah kemajuan dan sebuah keistimewaan bagi kaum perempuan malah menjadi kemunduran bagi kaum perempuan yang bisa saja menurunkan martabatnya sebagai perempuan yang seharusnya dihargai. Emansipasi sering kali dijadikan alasan bagi kaum perempuan, terutama remaja untuk mendapatkan kebebasan yang seluas-luasnya yang terkadang melebihi batasan yang seharusnya.
Islam memang membenarkan bahwa perempuan aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh bekerja di bidang apa saja, baik di dalam maupun di luar rumahnya, baik secara mandiri ataupun bekerjasama dengan orang lain. Selama mereka bisa memelihara diri dan agamanya, selama pekerjaan yang dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang kemungkinan dapat terjadi pada dirinya maupun lingkungannya. Bagi keluarga dan suaminya, jika ia sudah memiliki suami. Berbicara tentang istri dan pekerjaan alangkah baiknya jika perempuan tidak menyebut dirinya sebagai wanita karir namun membantu suami agar lebih menghormati sang suami dan tak melalaikan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu.
Bahkan pada zaman nabi perempuan ikut andil dalam berbagai aktivitas dalam memperjuangkan islam, seperti terlibat dalam peperangan-peperangan. Nama-nama yang terlibat di peperangan-peperangan pada zaman nabi seperti Ummu Salamah, Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah dan lain-lain. Tak hanya peperangan, ada juga yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan, Shafiyah bin Huyay, ada juga yang bekerja sebagai perawat, bidan, sebagai pedagang yaitu istri nabi, Siti Khadijah tercatat sebagai seorang yang sukses. Istri nabi Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, yaitu pengolahan kulit mentah menjadi bahan setengah jadi untuk kerajinan. Ada juga seorang perempuan yang pandai menulis seperti Al-Syifa’, yang ditugaskan oleh khalifah Umar r.a sebagai petugas yang menangani pasar kota madinah. Hal ini membuktikan bahwa perempuan diberi kebebasan dalam hal bekerja sebagaimana laki-laki namun Rasul saw banyak memberi perhatian kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan yang bermanfaat.
Namun tak semua wanita bisa aktif dan ikut andil dalam pekerjaan seperti yang disebutkan di atas, ada juga tipe perempuan yang lebih suka di dalam rumah. Namun jangan khawatir mereka juga bisa ikut andil dalam membangun negeri dan karakter negeri ini dengan mendidik generasi penerusnya. Dengan cara menulis, pada zaman yang sudah modern ini alangkah baiknya mereka menulis dan ikut membangun karakter generasi penerus bangsa ini dengan tulisan-tulisan mereka. Tulisan-tulisan yang bermanfaat misalnya seperti penulis perempuan yang terkenal di negeri ini yaitu seperti Asma Nadia. Melalui karya-karyanya yang banyak menginspirasikan banyak orang ini ia mendapat banyak penghargaan. Bahkan ada istilah yang mengatakan ubahlah dunia dengan tulisan. Tentu saja dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat dan tidak lepas dari ajaran islam. Ubah mindset generasi penerus bangsa ini dengan tulisan, yang positif tentunya. Tak jarang banyak remaja yang suka membaca apalagi di zaman penuh dengan kecanggihan ini, mereka bisa membacanya di internet, di media sosial yang mereka miliki. Karena remaja pada umumnya akan bertindak dari apa yang ia baca. Di masa memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pun mereka mempersatukan bangsa dimulai dari sebuah ide yang dituliskan dan dipublikasikan.
Sang pelopor emansipasi wanita, Ibu Kartini. Dia juga menuangkan buah-buah pikirannya melalui tulisan. Gagasan-gagasan Ibu Kartini mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita ini bisa merubah pandangan masyarakat. Sehingga kini perempuan bisa menikmati hak-haknya sebagai perempuan dan mendapatkan kedudukan yang sama layaknya laki-laki. Tak hanya mengenai emansipasi wanita, tulisan-tulisan Kartini uga berisi tentag Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga Nasionalisme. Dalam tulisannya Kartini juga menyinggung mengenai agama. Menurut Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara, dalam bukunya “Api Sejarah” (2009), dari surat-suratnya yang dikenal dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang” dikisahkan bagaimana kekaguman Kartini kepada Al-Quran. Seperti kutipan dari surat yang ditulis Kartini yang berbunyi “… Agama itu yang sebenarnya harus mempersatukan semua hamba Allah, sejak dari dahulu-dahulu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, jadi sebab perkelahian berbunuh-bunuhan yang sangat ngeri dan bengisnya. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu – (R.A Kartini).”
Selain Kartini ada juga Rahmah El-Yunusiyyah. Kontribusinya dalam memperjuangkan  pendidikan Islam terutama bagi kaum perempuan muslimah di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Rahmah berhasil mendirikan Al-Madrasatul Diniyyah atau sekolah Diniyyah Putri, kemudian ada Menyesal School, yaitu sekolah untuk memberantas buta huruf dikalangan-kalangan ibu rumah tangga dan masih banyak lagi sekolah-sekolah yang lainnya yang berhasil ia dirikan.
Apapun profesinya perempuan Indonesia baik di luar maupun di dalam rumah, maka sebaiknya mereka saling mendukung dan saling mempererat hubungannya jangan sampai ada yang saling menghina. Untuk itu meski apapun profesi yang digelutinya tetap jadilah perempuan Indonesia yang memiliki wawasan yang luas namun berkarakter yang tinggi pula. Dan jadilah teladan untuk generasi penerus bangsa. Ciptakanlah anak-anak bangsa yang berpendidikan tinggi namun memiliki karakter yang baik. Lahirkanlah anak-anak yang bisa menjadi pemimpin yang baik dan perkenalkanlah kepada mereka tentang islam lebih luas lagi. Karena untuk menjadi ibu dan istri yang baik tidak ada sekolah khususnya. Dan jangan sampai membuat malu kaumnya sendiri dengan cara memperbaiki karakternya sebagai perempuan Indonesia yang dimuliakan.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar