Sabtu, 30 April 2016

Cerpen : Sahabat Sampai ke Surga



Aku terbangun saat pancaran sinar mentari menerobos masuk ke dalam kamarku, mengucek mata seolah mencari kekuatan di sana untuk kembali ke dunia yang sesungguhnya setelah lelah mengembara di alam mimpiku. Setelah berhasil mengumpulkan semua nyawaku yang melayang entah kemana malam tadi, akhirnya aku bergegas menuju kamar mandi. Bersiap-siap untuk acara reunion SMA-ku. Setelah selesai aku bergegas masuk ke dalam mobilku dan langsung melesat ke jalanan, menghindari macet yang tiada hentinya. Tiba-tiba aku terhenyak saat mobilku menabrak sesuatu. Ternyata aku menabrak mobil orang.
“Ah, kelar hidupku hari ini.” Gumamku dalam hati.
“Zara” tiba-tiba suara itu langsung memanggil namaku saat aku membuka kaca mobilku. Aku kaget bukan kepalang, bagaimana mungkin dia bisa mengenalku, namun syukurlah mudah-mudahan dengan itu dia tidak akan meminta ganti rugi terhadap kesalahanku tadi.
“Eh, maaf siapa ya?” aku berusaha mengingat semua orang yang pernah ku kenal maupun yang baru ku kenal. Tapi nihil, aku tak mengingatnya sama sekali.
“Intan” dia memberi tahu dengan suara lembutnya sambil memancarkan senyuman yang aku rasa sudah tak asing lagi dipandanganku.
Aku berusah mengingat, “Ah, iya. Intan” aku menjawab dengan antusiasnya.
“Iya Intan, ini aku Intan Zara, masak kamu lupa sih” dia kembali meyakinkan aku namun aku tak juga mengingat wajahnya dan senyumnya yang begitu memukau, saat orang yang melihatnya tentu saja orang itu akan ketagihan untuk melihat dan terus melihatnya. Sama halnya dengan aku, aku tak sedetik pun melepaskan pandanganku dari senyum manisnya yang mengembang di bibir mungilnya itu. 
“Hehe, aku gak ingat. Intan siapa ya?” Bagaimana mungkin aku bisa mengingat orang yang sedang menatapku itu, pakaiannya syarii, bahkan aku hanya bisa melihat muka dan telapak tangannya saja sama halnya dengan aku. Sedangkan di kota kelahiranku ini aku hanya mengenal dua orang yang berpakaian seperti itu. Yang pertama ibuku dan yang kedua guru agamaku. Dan mereka semua sudah tua-tua dan sedangkan yang saat ini sedang berdiri menatapku di sebalik kaca jendela mobilku ini, masih muda sekali sebaya dengan umurku, kemungkinan 22 tahun sama denganku.
“Intan teman SMAmu, sahabatmu. Bocah tengengel. Kalo pelajaran kimia sukanya izin mulu, padahal mau ke kantin beli sarapan, kalo pas pelajaran fisika pura-pura sakit perut, kalo pelajaran matematika, guling-gulingan sama kamu” Dia menjelaskan dengan antusiasnya seolah mengembalikan kenangan yang tak pernah terlupakan itu namun perempuan yang berdiri di hadapanku ini apa mungkin dia adalah dia yag selalu bolos bareng aku dan seperti yang ia ceritakan tadi.
“Ya allah Intan, apa kabar? Alhamdulillah ya, sekarang kamu cantik banget, aku aja sampek gak kenal loh tadi.” Kataku sembari keluar dari mobil dan memeluknya.
“Alhamdulillah sehat.”
***
Aku adalah gadis periang yang selalu membuat kerusuhan di kelas. Semua guru mengenalku. Aku begitu terkenal di sekolahku ini. Iya terkenal dengan kejahilannya. Oh ya dalam menjalankan kejahilanku aku tak sendirian ada sahabatku yang selalu setia menemaniku tak hanya satu tapi dua orang. Dia adalah Intan dan Klara. Hidupku bahagia sekali karena kehadiran mereka di kehidupanku. Aku selalu menghabiskan waktu bersama mereka, kemanapun bersama mereka. Tiada hari tanpa mereka. Hanya bertiga, aku, Intan dan Klara. Menggila bersama, bahkan kegilaan inilah yang menghiasi setiap hariku. Di rumah aku tak pernah mendapatkan kebahagiaan seperti yang kudapatkan dari 2 orang sahabatku itu. Ibu dan ayahku hanya bertengkar, bekerja dan bertengkar. Tiada waktu untuk memperhatikanku atau hanya untuk sekedar bertanya “kamu udah makan nak?”. Ah, sudah lupakan tentang keluargaku.
Intan, gadis cantik berambut pirang, hidungnya mancung, disertai dengan bibir mungilnya yang selalu mengembangkan senyuman mematikan yang bisa membuat orang yang memandangnya klepek-klepek. Dia adalah primadon di sekolah ini, semua laki-laki mengejar-ngejarnya. Tapi tak satupun laki-laki yang bisa mengambil hatinya. Intan tidak memakai jilbab, karena baginya memakai jilbab itu risih dan panas, lagian dia juga belum siap katanya. Oh ya ada lagi katanya “buat apa pake jilbab buat nutupin kedok kejahatan gitu, lagian aku bukan orang baik” dia menjelaskan dengan angkuhnya. Sebenarnya aku kurang setuju dengan pendapatnya, walau bagaimanapun aku harus menutup auratku meskipun aku menutupnya belum sempurna. Tentang tingkah lakuku itu semua diluar kewajiban yang harus dilaksanakan. Tak usah menunggu baik dulu baru mau menggunakan jilbab. Kalau menunggu sampai baik, sampai kapan? Sedangkan kematian tiap hari menghampiri kita.
Klara, gadis imut bertubuh ramping yang kerap disapa ara ini, mengunakan jilab sama denganku tapi pakaiannya itu bagaikan tak memakai pakaian. Bahkan lelak-lekuk tubuhnya tergambar jelas disebaik baju ketat yang selalu ia gunakan.
“Woy, ntan. Kamu udah punya pacar ya?”tanyaku penasaran setelah melihat Display Picture BBMnya tadi malam. Bagaimana tidak, Intan yang terkenal tertutup dengan laki-laki kini berfoto begitu mesranya dengan laki-laki yang tak ku kenal.
“Iya, maaf ya baru kasi tahu. Namanya Anto, anaknya pendiam. Aku suka banget. Dia anak baru anak IPS, aku kemaren bertemu dengannya waktu mau berangkat ke sekolah lagi nungguin angkot, eh tiba-tiba dia kasi tebengan, ya udah aku mau lagian aku udah terlambat. Terus dia minta PIN aku. Sepulang sekolah dia juga ngajakin jalan bareng. Terus nembak aku. Ya udah aku terima, abis manis banget, pendiam, cool banget lagi. Pokoknya aku suka banget.” Intan menjelaskan panjang lebar.
Aku dan Klara hanya mendengarkannya tanpa berkata sepatah kata pun, mengucapkan selamat pun tidak. Aku dan Klara tau bahwa ini adalah awal jarak antara aku, Klara dan Intan. Aku dan Klara juga takut dengan sahabat kami itu, karena walaupun kami jahil selalu dihukum tapi aku dan Klara dan bahkan Intan pun tahu bahwa pacaran itu banyak mudharatnya dan agama benar-benar melarang itu.
Seminggu setelah kejadian itu, hubungan antara aku, Klara dan Intan memang begitu renggang. Aku kini hanya bersama Klara, sedangkan Intan kemanapun berdua bersama Anton, pacarnya.
“Zara, sepi banget ya kita, gak ada Intan, biasanya kita sama-sama sekarang tinggal berdua. Aku kangen dia.”
“Iya sama aku juga” aku menjawab datar lalu kembali melahap nasi goring, makan kesukaanku itu.
***
Memasuki bulan ketiga, hubungan Intan dan Anton renggang. Pernah aku melihat, waktu itu di kelasnya Anton. Anton lagi berdua-duaan dengan perempuan yang aku yakin sekali bukan Intan. Romantis sekali bahkan sama Intan saja tak pernah seromantis itu.
***
Pagi itu semua sibuk dengan PR fisika yang bu Rina berikan minggu lalu, begitu juga dengan aku, aku dan Klara sibuk mencari contekan. Namun saat aku melihat ke arah Intan. Intan lusuh banget hari ini. Seperti tak bermaya. Penampilannya acak-acakkan. Matanya semabab bagaikan terkena sengatan lebah, ketara sekali meskipun dari jauh.
“Intan, kamu kenapa?” ucapku melas.
“Intan kamu sakit ya?” disambung Klara dengan suara cemperengnya.
Intan langsung menghambur ke pelukanku. Aku kaget sekali. Air matanya tumpah lagi sampai merembes di seragamku. “Aku putus sama Anton, dia mutusin aku, padahal aku sayang banget sama dia. Dia nyelingkuhin aku. Terus tiba-tiba dia mutusin aku, dia bilang udah gak cocok.” Sambil terisak-isak dia menjelaskan. “Aku nyesel udah terjebak sama pesonanya, aku nyesel. Aku gak mau lagi pacaran, manisnya bentar dong, sakitnya yang lebih banyak. Dia juga udah berani-beraninya megang tangan aku, padahal tangan aku cuma buat suami aku dong. Aku nyesel sekarang aku udah gak suci lagi.”
Aku dan Klara saling berpandangan, lalu kami tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak hanya karena dipegang tangannya jadi gak suci lagi, benar-benar konyol.
“Kok kalian tertawa, aku sedih ni. Huaaaaaaa.” Tangisnya pecah lagi membuat semua mata memandang ke arah kami.
“Bukannya apa ya Ntan, kalau cuma dipegang sih gak bakalan hilang kok sucinya paling cuma batal wudhu haha, tapi jangan pegang-pegang tangan lagi ya, haram loh, ntar Allah marah.” Jelasku sambil tertawa-tawa kecil.
***
“Zaraaa, kok melamun sih”. Aku terhenyak dari lamunanku sambil tersenyum.
“Aku ingat jaman jahilnya kita dulu, gak nyangka sekarang kamu jadi muslimah sejati gini”
“Ini semua kan karena kamu dan Ara juga, kamu juga udah panjangan aja jilbabnya dari yang dulu, hehe.”
“Oh ya, ngomong-ngomong Ara gimana ya, aku jadi penasaran ni.”
“Iya sama aku juga penasaran ni.”
“Kamu mau ke acara reunion kan? Bareng yuk, soal mobil kamu maaf ya, nanti aku ganti rugi deh”
“Eh gak usah gak papa”.
“Alhamdulillah, untung aja padahal aku lagi kering banget” batinku.
Intan segera masuk ke mobilnya dan aku menyusulnya di belakang. Sesampainya di sana, aku juga kaget melihat sahabatku Ara, kini dia juga sudah sama seperti aku dan Intan. Berdiri dengan mantapnya sambil menuggu kami dengan jilbab lebarnya yang menjulur sampai ke bawah dada.
“Semoga persahabatan kita sampai ke syurga ya sahabat-sahabatku” batinku.



Jumat, 29 April 2016

Artikel Spesial Hari Kartini : Cita-Cita Perempuan Indonesia



Seiring perkembangan zaman, apalagi di era globalisasi ini, perempuan tentunya sudah bebas untuk bergerak. Perempuan akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan laki-laki di berbagai aspek kehidupan, di bidang sosial, bidang ekonomi maupun di bidang politik. Saat ini perempuan sudah bisa ikut berpartisipasi dalam membangun Negara secara nyata. Melalui keterlibatannya di pemerintah seperti yang kita ketahui pada tahun 2001 – 2004, presiden Indonesia dijabat oleh Megawati Soekarnoputri, putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Tentu banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapainya seperti mendirikan lembaga pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, menghentikan aktivitas pertambangan Freeport di Papua, menghentikan kontrak pertambangan minyak Caltex di Blok Natuna Kepri, dan masih banyak lagi keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapainya dalam membangun bangsa ini. Tokoh lainnya seperti Susi Pudjiastuti yang mempunyai prestasi sangat gemilang dalam usahanya. Selain menjadi juragan ikan kini beliau juga maskapai penerbangan. Beliau adalah Menteri Kelautan dan Perikanan di Negara kita ini. Tokoh selanjutnya seperti yang kita ketahui bersama, Mari Elka Pangestu seorang ekonom Indonesia kelas dunia. Kita juga mengenal Susi Susanti yang telah mengharumkan nama Indonesia dalam bidang olahraga (bulu tangkis). Hal ini membuktikan bahwa perempuan juga bisa dihandalkan dalam pembangunan negeri ini.
Pada zaman dahulu perempuan pada umumnya hanya menjalankan kehidupan rumah tangga. Perempuan tidak berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti laki-laki. Dan mengibaratkannya perempuan hanya ada di sumur, dapur, dan kasur. Diluar ketiga aktivitas itu perempuan tidak berhak mendapatkannya apalagi mendapatkan pendidikan yang luas dan setinggi-tingginya. Seperti kita ketahui tokoh emansipasi wanita yang begitu terkenal dan fenomenal itu adalah Ibu R.A Kartini, yang mempelopori perempuan sehingga terbebas dari belenggu yang menyatakan bahwa perempuan tidak berhak mendapatkan pendidikan selayaknya laki-laki. Karena perjuangan Ibu R.A Kartini ini, kini perempuan Indonesia bisa mengenyam pendidikan selayaknya laki-laki, setinggi-tingginya dan seluas-luasnya. Jika perempuan saat ini terus menerusan seperti perempuan pada zaman Ibu Kartini, tentu saja disini ada perbedaan intelektual antara suami dan istri nantinya. Sedangkan untuk membentuk keluarga, terutama dalam mendidik anak, dibutuhkan seorang ayah yang berpendidikan tinggi dan ibu yang berpendidikan tinggi pula. Karena sebenarnya yang paling banyak mendidik anak sebenarnya ibunya bukan ayahnya sedangkan sang ayah mencari nafkah untuk keluarganya, tentu saja disini ibu yang memiliki peran lebih banyak untuk mendidik anak ketimbang ayah. Oleh karena itu ibu juga harus memiliki intelektual dan wawasan yang tinggi.
Pemahaman tentang perempuan menurut  paradigma lama yang menyatakan bahwa perempuan itu hanya ada di sumur, dapur dan kasur membuat mereka berfikiran bahwa seolah-olah perempuan  hanya terlahir untuk melayani suami, jadi mereka berfikiran tidak perlu sekolah yang tinggi-tinggi jika pada akhirnya hanya berkecipung di sumur, dapur dan kasur. Sebenarnya terlalu dangkal jika memahami paradigma itu dalam artian yang sempit seperti itu. Bila difikirkan lagi, paradigma orangtua pada zaman dahulu itu merupakan sebuah nasehat untuk istri agar memberikan pelayanan yang baik kepada suami sebagai bentuk bakti, kasih sayang dan cintanya untuk sang suami. Sesungguhnya banyak hal yang bisa dilakukan istri diluar ketiga aktivitas itu, dan yang paling penting jangan sampai melalaikan tugasnya sebagai istri.
Namun di zaman era globalisai ini emansipasi wanita sekarang digunakan sebagai kedok para perempuan yang terpenggaruh oleh perkembangan zaman, mereka menyatakan bahwa paradigma di sumur dan dapur itu hanya paradigma negatif yang bisa membuat perempuan kembali terpuruk sebagaimana perempuan pada zaman Ibu Kartini. Merasa pekerjaan seperti memasak, mencuci, merawat anak, dan lain sebagainya hanya tugas seorang pembantu, yaitu para perempuan yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi.  Hingga mereka mengabaikan tugasnya sebagai istri juga sebagai ibu, mereka berfikiran bahwa untuk apa sekolah tinggi-tinggi, jika pada akhirnya harus melakukan aktivitas itu yang bagaikan momok bagi mereka. Tentu saja hal ini menyimpang dari ajaran Allah swt. Sedangkan Islam mengajarkan agar seorang istri harus taat kepada suaminya. Sebagaimana dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda yang artinya “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya”.  
Bagaimana nasib generasi penerus jika para istri sudah mengabaikan tugasnya sebagai seorang istri dan seorang ibu, bagaimana sang anak yang kurang mendapat perhatian dari ibunya. Jika mereka beranggapan bahwa semua bisa diserahkan ke pihak sekolah, tentu saja berbeda dengan didikan yang diberikan oleh keluarganya, terutama ibunya. Sedangkan keluarga adalah lingkungan pertama yang mengajarkan anak tentang nilai-nilai kehidupan. Dalam hal ini benarlah ungkapan yang menyatakan bahwa “Perempuan itu tiangnya Negara, apabila ia baik, maka baiklah negaranya. Dan apabila ia rusak maka rusaklah Negara itu.” Ungkapan itu bagaikan poros utama bagi kehidupan manusia, yang menyatakan bahwa begitu besarnya peran seorang perempuan dalam kehidupan ini. Namun persoalannya lagi-lagi tentang pendidikan. Dikalangan kita masih banyak ibu-ibu yang berpendidkan masih rendah, oleh karena itu peranannya dalam mendidik anak sangat minim dan terbatas.
Indonesia saat ini benar-benar dalam keadaan krisis moralitas, semua itu karena apa, karena kurangnya nilai moral yang ditanamkan oleh generasi penerus. Mereka kini beranggapan bahwa pengetahuan di atas segala-galanya hingga mengabaikan moral yang sebenarnya lebih penting. Untuk itu perempuan sebagai seorang ibu juga harus memiliki moral yang tinggi dan wawasan yang luas, agar bisa semaksimal mungkin mendidik anaknya tentu saja tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Indonesia hanya akan maju bila mejadikan islam sebagai dasar pada setiap langkahnya. Allah telah mengatur segala tata cara kehidupan manusia di dalam Al-Quran.
Sebelum islam datang, kaum perempuan bagai barang dagangan yang murah yang bisa diwariskan namun tak bisa diwarisi, bahkan ada yang di kubur hidup-hidup karena takut aib jika memiliki seorang anak perempuan. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: “Dan apabila dari seorang mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan menanggung kehinaan atau akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59). Ada juga yang menganggap perempuan sebagai budak seks yang bisa digunakan semaunya. Begitu kejamnya mereka memperlakukan perempuan, bagaikan tak memiliki harga diri.
Namun setelah islam datang, kehidupan mereka berubah. Mereka terselamatkan dari kezhaliman dan para pelakunya, bahkan kedudukan laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah, ketakwaan merekalah yang membedakannya. Allah berfirman yang artinya “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa. (Q.S 49:13). Islam juga memberi kemulian dan kehormatan pada perempuan, sehingga perempuan bisa menikmati kehidupannya dan hak-haknya di bawah naungan islam. Amat beruntung seorang perempuan itu, ketika masih kecil dijaga dan dilindungi oleh ayah dan saudara laki-lakinya dan ketika sudah menikah dijaga dan dilindungi oleh suaminya. Bahkan cara mempelakukan seorang perempuan pun haruslah secara lembut, dikasihi dan juga disayangi. Dan bahkan syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Begitu istimewanya kedudukan perempuan di mata Islam. Islam juga mengatur tata cara penampilan dan cara bergaul perempuan bukan dengan maksud untuk mngekang namun untuk menjaga dan melindungi perempuan.
Namun perempuan Indonesia saat ini seakan menurunkan harga dirinya sendiri, lihat saja tak jarang saat ini, banyak sekali wanita-wanita PSK. Merokok, minum-minuman keras, pecandu narkoba, terlibat dalam pergaulan bebas dan masih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang dilakukan perempuan Indonesia saat ini. Tentu saja hal-hal itu sudah melanggar peraturan hukum dan berhak mendapat hukuman yang setimpal. Jika mereka sampai dihukum dan ditangkap oleh polisi karena kelakuan-kelakuanya yang melanggar aturan, siapa yang malu tentu kaumnya sendiri, kaum perempuan yang tidak tahu apa-apa tetapi terkena dampak buruknya. Dimulai dari yang masih remaja sampai dewasa. Menjadi Miss Indonesia bahkan sampai menjadi Miss World dengan pakaian yang hampir telanjang. Padahal seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali telapak tangan dan muka, aurat yang diharuskan untuk  menutupnya secara rapat dan dijaga sebaik-baiknya. Perempuan saat ini sudah terpengaruh dengan budaya Barat, mulai dari cara penampilan yang terbuka, cara berbicara, cara makan, cara bergaul, dan bahkan sampai ke cara mengambil keputusan, bersikap dan berfikir. Sangat disayangkan padahal Islam sangat memuliakan perempuan tapi mereka sendiri tidak menghargai dirinya sendiri. Bagaimana orang lain mau menghargai mereka jika mereka saja tidak mau menghargai dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang mulia dan istimewa. Saat perempuan tidak mau menjaga dirinya yang dirugikan tak hanya dirinya sendiri tapi orang yang di sekelilingnya seperti ayahnya, suaminya dan saudara laki-lakinya juga terkena dampaknya. Karena selangkah perempuan keluar rumah tidak menutup aurat selangkah juga menghantarkan ayahnya ke neraka.
Dengan masalah-masalah yang muncul ini, justru bertolak belakang dengan emansipasi yang diinginkan ibu kita Kartini, yang awalnya sebuah kemajuan dan sebuah keistimewaan bagi kaum perempuan malah menjadi kemunduran bagi kaum perempuan yang bisa saja menurunkan martabatnya sebagai perempuan yang seharusnya dihargai. Emansipasi sering kali dijadikan alasan bagi kaum perempuan, terutama remaja untuk mendapatkan kebebasan yang seluas-luasnya yang terkadang melebihi batasan yang seharusnya.
Islam memang membenarkan bahwa perempuan aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh bekerja di bidang apa saja, baik di dalam maupun di luar rumahnya, baik secara mandiri ataupun bekerjasama dengan orang lain. Selama mereka bisa memelihara diri dan agamanya, selama pekerjaan yang dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang kemungkinan dapat terjadi pada dirinya maupun lingkungannya. Bagi keluarga dan suaminya, jika ia sudah memiliki suami. Berbicara tentang istri dan pekerjaan alangkah baiknya jika perempuan tidak menyebut dirinya sebagai wanita karir namun membantu suami agar lebih menghormati sang suami dan tak melalaikan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu.
Bahkan pada zaman nabi perempuan ikut andil dalam berbagai aktivitas dalam memperjuangkan islam, seperti terlibat dalam peperangan-peperangan. Nama-nama yang terlibat di peperangan-peperangan pada zaman nabi seperti Ummu Salamah, Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah dan lain-lain. Tak hanya peperangan, ada juga yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan, Shafiyah bin Huyay, ada juga yang bekerja sebagai perawat, bidan, sebagai pedagang yaitu istri nabi, Siti Khadijah tercatat sebagai seorang yang sukses. Istri nabi Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, yaitu pengolahan kulit mentah menjadi bahan setengah jadi untuk kerajinan. Ada juga seorang perempuan yang pandai menulis seperti Al-Syifa’, yang ditugaskan oleh khalifah Umar r.a sebagai petugas yang menangani pasar kota madinah. Hal ini membuktikan bahwa perempuan diberi kebebasan dalam hal bekerja sebagaimana laki-laki namun Rasul saw banyak memberi perhatian kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan yang bermanfaat.
Namun tak semua wanita bisa aktif dan ikut andil dalam pekerjaan seperti yang disebutkan di atas, ada juga tipe perempuan yang lebih suka di dalam rumah. Namun jangan khawatir mereka juga bisa ikut andil dalam membangun negeri dan karakter negeri ini dengan mendidik generasi penerusnya. Dengan cara menulis, pada zaman yang sudah modern ini alangkah baiknya mereka menulis dan ikut membangun karakter generasi penerus bangsa ini dengan tulisan-tulisan mereka. Tulisan-tulisan yang bermanfaat misalnya seperti penulis perempuan yang terkenal di negeri ini yaitu seperti Asma Nadia. Melalui karya-karyanya yang banyak menginspirasikan banyak orang ini ia mendapat banyak penghargaan. Bahkan ada istilah yang mengatakan ubahlah dunia dengan tulisan. Tentu saja dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat dan tidak lepas dari ajaran islam. Ubah mindset generasi penerus bangsa ini dengan tulisan, yang positif tentunya. Tak jarang banyak remaja yang suka membaca apalagi di zaman penuh dengan kecanggihan ini, mereka bisa membacanya di internet, di media sosial yang mereka miliki. Karena remaja pada umumnya akan bertindak dari apa yang ia baca. Di masa memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pun mereka mempersatukan bangsa dimulai dari sebuah ide yang dituliskan dan dipublikasikan.
Sang pelopor emansipasi wanita, Ibu Kartini. Dia juga menuangkan buah-buah pikirannya melalui tulisan. Gagasan-gagasan Ibu Kartini mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita ini bisa merubah pandangan masyarakat. Sehingga kini perempuan bisa menikmati hak-haknya sebagai perempuan dan mendapatkan kedudukan yang sama layaknya laki-laki. Tak hanya mengenai emansipasi wanita, tulisan-tulisan Kartini uga berisi tentag Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga Nasionalisme. Dalam tulisannya Kartini juga menyinggung mengenai agama. Menurut Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara, dalam bukunya “Api Sejarah” (2009), dari surat-suratnya yang dikenal dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang” dikisahkan bagaimana kekaguman Kartini kepada Al-Quran. Seperti kutipan dari surat yang ditulis Kartini yang berbunyi “… Agama itu yang sebenarnya harus mempersatukan semua hamba Allah, sejak dari dahulu-dahulu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, jadi sebab perkelahian berbunuh-bunuhan yang sangat ngeri dan bengisnya. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu – (R.A Kartini).”
Selain Kartini ada juga Rahmah El-Yunusiyyah. Kontribusinya dalam memperjuangkan  pendidikan Islam terutama bagi kaum perempuan muslimah di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Rahmah berhasil mendirikan Al-Madrasatul Diniyyah atau sekolah Diniyyah Putri, kemudian ada Menyesal School, yaitu sekolah untuk memberantas buta huruf dikalangan-kalangan ibu rumah tangga dan masih banyak lagi sekolah-sekolah yang lainnya yang berhasil ia dirikan.
Apapun profesinya perempuan Indonesia baik di luar maupun di dalam rumah, maka sebaiknya mereka saling mendukung dan saling mempererat hubungannya jangan sampai ada yang saling menghina. Untuk itu meski apapun profesi yang digelutinya tetap jadilah perempuan Indonesia yang memiliki wawasan yang luas namun berkarakter yang tinggi pula. Dan jadilah teladan untuk generasi penerus bangsa. Ciptakanlah anak-anak bangsa yang berpendidikan tinggi namun memiliki karakter yang baik. Lahirkanlah anak-anak yang bisa menjadi pemimpin yang baik dan perkenalkanlah kepada mereka tentang islam lebih luas lagi. Karena untuk menjadi ibu dan istri yang baik tidak ada sekolah khususnya. Dan jangan sampai membuat malu kaumnya sendiri dengan cara memperbaiki karakternya sebagai perempuan Indonesia yang dimuliakan.










Senin, 11 April 2016


Dari rahim malam yang sepi
Bersama teman sejati
Dentingan jarum arloji
Yang selalu setia mengitari
Kuceritakan segala yang membebani
Semakin lama semakin terkorek hati ini
Hati yang selalu merindui
Menunggu pun aku tak peduli
Karena logika sudah lama mati
Mati dalam kesendirian
Sendiri… sunyi… sepi…

Ketika hati mulai beradu
Jiwapun mulai mengadu
Perlahan-lahan menjadi pilu
Pilu tanpa tanda seru
Bintang di langit pun seakan terharu
Menyaksikan rindu yang sudah lama berdebu
Yang semakin hari semakin menggebu
tersirat dalam butiran debu
yang kugores diblogku
tertancap mengenaskan bagaikan paku
di keheningan malam mulai kelabu
yang mulai kelabu di malam rabu



Perjalanan ini sungguh panjang
Lika liku, turun naik
Dengan hamparan hijau yang membentang
Tak kalah dengan warna langit yang memukau
Eh, tetes demi tetes mulai turun
Diselingi alunan musik sendu
Tak dapat terelakkan lagi
Bayang-bayang itu semakin nyata
Aku tak kuasa lagi menahan pilu
Hujan di hatiku kini lebih deras ketimbang hujan diluar sana

Rabu, 06 April 2016

Cerpen : Masa Lalu Tetaplah Masa Lalu

Dikeheningan malam ini hujan turun begitu derasnya, disertai dengan hembusan angin yang cukup kencang, membuat malam ini semakin dingin, ditambah lagi suara-suara petir dan cahaya kilat yang menyambar membuatku terpaksa harus menutup ponsel hitam yang dibalut dengan pelindung berwarna biru yang kudapatkan setahun yang lalu dari ayahku sebagai kado ulangtahunku yang ke 18, kemudian aku mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur yang berbentuk doraemon itu dan akhirnya aku pun terbuai dalam mimpiku.
***
Bunyi nyaring yang berasal dari alarmku yang berbentuk doraemon tidur itu menunjukkan tepat pukul 06:30 pagi. Dengan sepenuh tenaga aku bangkit dari alam tidurku. Aku terduduk ditepi ranjang, mengumpulkan nyawaku yang entah terbang kemana malam tadi. Tetapi rasa kantuk dan malas kemudian menyergapi tubuhku. Namun, logikaku mulai menentangku. Pagi ini upacara, aku harus datang tepat waktu, jika tidak tentu saja aku tidak boleh masuk dan harus menunggu di luar pagar sekolah dan menunggunya sampai selesai. Kemudian setelah selesai upacara, sudah tentu kasus keterlambatanku dimasukkan ke dalam buku catatan hitam dan ditambah lagi mencuci wc seperti senin lalu. Ah, begitu menyebalkan.
***
Kutatap kosong langit yang berwarna biru itu, alangkah cerah langit hari ini namun tak secerah hatiku yang benar-benar bete banget kalo harus mengikuti upacara.

“Ehem ehem” Suara yang tak asing lagi kudengar, suara yang membuat jantungku berdetak tak seperti biasanya, suara yang membuat mata ini tak sanggup untuk menatap sang pemiliknya, suara yang membuat hati ini damai.

Randi, cowo terkeren yang ada di SMA ku, dia terkenal karena kepintaran dan ketampanannya dan prestasi-prestasinya di bidang olahraga seperti berenang, dan badminton. Namun dia terkenal agak gila (baca: humoris) dan juga friendly yang membuatnya terkesan playboy. Dibalik ketampanannya itu ternyata ia tak memiliki pacar, katanya sih, dulu diselingkuhin mantannya terus diputusin, miris.

“Eh” aku tersadar dari lamunanku dan bergegas membenarkan jilbabku yang sebenarnya sudah rapi.

 “Gak usah salah tingkah gitu deh” ucapnya lirih.

“Eh, nggak. Siapa juga yang salah tingkah, kamunya aja yang ke-GR-an.” Jawabku sambil membuang pandangan darinya.

“Ah, jangan bohong. Aku bisa liat kali. Kamu beda ya kayak cewe lain, biasanya kalo aku sapa pasti mereka genit-genitin aku, eh ini kamu malah cuek gitu.” Ucapnya lemas.

“Eh, apaan sih aku gak cuek kok juga gak genit kayak cabe cabean (baca: adik ketemu gede) lo itu.” Ucapku sinis.

“Mereka bukan siapa-siapa aku, cuma adik-adik kelas yang mau belajar bareng aku. Kamu jangan jealous gitu dong, nanti pulang bareng aku ya.” Ucapnya penuh harap lalu pergi meninggalkanku.

Aku hanya bisa terdiam mematung, seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki yang mempunyai kulit bersih itu. "Seperti mimpi, apakah ini mimpi, jika aku sedang bermimpi, siapa saja tolong bangunin aku, sadarkan aku bahwa itu hanya mimpi." Ucapku dalam hati.

Bel tanda pulang sudah berdering daritadi memecahkan keheningan di kelasku yang sedang konsentrasi mengikuti ulangannya guru killer yang ada di SMA ku itu. Setelah selesai dan pasti dengan jawaban yang kucari sendiri akhirnya aku mengumpulkan lembar jawabanku ke guru fisika itu dan disusul oleh teman lainnya. Saat akan mengambil tas, aku melihat kearah jendela. Betapa terkejutnya aku saat melihat Randy sedang melihatku dari arah jendela. 

“Apa? dia benar-benar nungguin aku. Dia serius mau pulang bareng aku, aku seneng banget tapi aku takut cuma dijadiin cabenya yang kesekian.” Gumamku dalam hati.

“Rita” Dia menghampiriku. “Jangan kabur ya, pulang bareng aku aja, ada yang mau aku omongin.” Ucapnya sambil menarik lenganku.

“Apaan sih” aku berusaha melepaskan lenganku namun apa dayaku tangannya lebih besar dan tenaganya tak sebanding dengan tenagaku ini yang hanya cewe lemah. *Agak lebay ya*

Akhirnya aku mengikuti langkahnya dan dia hanya diam membisu, dia melepaskan lenganku setelah sampai di tepi parkiran dan meninggalkanku disana. Ia mengambil motornya kemudian mengisyaratkanku untuk naik ke motornya. Disana aku melihat banyak mata yang menatap kami, mata yang memancarkan kekecewaan yang mendalam. Mata yang menatapku penuh dengan kebencian. Bagaimana mungkin, aku yang hanya cewe biasa saja, bisa pulang bareng sama Randi, cowo terkeren di SMA ini.
***

Aku menikmati pemandangan yang begitu indah di perjalanan kami, perjalanan yang panjang, lika-liku, turun naik. Dengan hamparan hijau yang membentang, tak kalah dengan warna langitnya yang memukau. Disepanjang jalan kami hanya diam saling membisu. Tiba-tiba motornya berhenti, lalu kami turun. Dia menarik lenganku lagi, dan membawaku ke suatu tempat yang begitu aku gilai, pantai.

“Kamu mau gak jadi pacar aku? Aku suka kamu udah lama, aku suka perhatiin kamu, aku tau kok kamu juga suka perhatiin aku kan? Kamu mau kan jadi pacar aku?” ucapnya yang langsung to the point.
“Ha? Iya aku mau, eh” aku menutup mulutku dengan tangan kananku.
***

Mataku mulai berkedip-kedip saat melihat cahaya matahari mulai menyusup jendela kamarku. Aku segera bangun dan terduduk ditepi ranjang. Dan baru aku sadari bahwa ternyata itu hanya mimpi.

“Kenapa aku harus bermimpi tentangnya lagi dan lagi ya Allah, dia telah meninggalkanku dengan banyak luka disini, sungguh aku ingin melupakannya. Tapi aku takkan pernah melupakan segala kebaikannya yang membawaku hingga aku menemukan cinta sejati, cinta yang abadi, cinta-Mu ya Allah. Dia hanya masa laluku, di masa jahiliyahku, dia hanya akan menjadi kenangan. Kenangan yang punya tempat tersendiri di hatiku.” Gumamku dalam hati.

"Rita" Teriakan ibuku membuyarkan lamunanku. Aku tersadar dan memandangi jam dindingku yang berbentuk doraemon, jam menunjukkan pukul 8. “Apa?” teriakku. “Sudah pasti aku akan mendapat omelan, omelan indah dari dosenku yang imut itu, yang akan memecahkan gendang telingaku ini. Sebenarnya aneh juga, kok ada dosen yang doyan ngomelin mahasiswanya yang telat.” Aku ngomel sendiri sambil menuju ke kamar mandi.