Minggu, 23 Juli 2017

Kado Ulangtahun Untuk Bapak

Aku menatap foto itu lebih lama dari biasanya. Ku telusuri semua wajah yang terpampang di sana. Ada adikku, ibuku dan Bapakku. Sebenarnya ada wajahku di samping Bapakku namun sengaja ku crop karena ketika itu aku masih berada di zaman ke-jahiliyahan-ku. Kini aku terfokus pada wajah Bapakku. Ku tatap lebih lama daripada yang lainnya.
***


“Kak, Bapak tak mau nasehatin koe macem-macem kak, koe pasti bosan kan kak, males ngerungok’e juga kan? Siji ae pesen bapak? Ojo macem-macem di tempat orang, kalo koe wes memang arep nikah ngomong, ojo nggae seng ora ora.” Ucap Bapakku serius.


Baru kali ini aku dinasehatin secara pribadi. Hanya kami berdua. Dan nasehat yang menohok sekali. Mungkin karna banyak kejadian yang membuat Bapakku memberikan nasehat seperti itu.


Aku hanya mendengarkan dengan anggukkan pelan bila diperlukan. Dan terkadang aku mencuri pandang ke arah Bapakku. Wajah itu benar-benar membuatku tak sanggup menatapnya.

Wajah gelisah itu sempat tertangkap olehku walaupun Bapak berusaha menyembunyikannya.


Aku dan Bapak memang tak banyak bicara. Banyak sekali sifat-sifat Bapak yang menuruniku, seperti halnya menunjukkan rasa sayang, Bapak mungkin tak pernah memelukku. Seperti Bapak temanku, yang bila ia bercerita aku selalu iri padanya. Tapi bapakku selalu memelukku lewat doa-doanya. Lewat perhatiannya. Jika aku menginginkan sesuatu bapaklah yang berusaha keras memeras keringat lebih banyak demi memenuhi keinginanku meskipun tampaknya mamak yang selalu mengabulkannya.


Bapak lebih sering diam, setelah aku meminta pada Bapak ingin kuliah di luar daerah. Masalah biaya, masalah diriku, atau masalah-masalah apa lagi entah yang tak terfikirkan olehku mungkin sedang berlari-lari di kepalanya.
***


Ku tatap lagi wajah Bapakku sambil menghapus kenangan ketika aku akan pergi jauh darinya. Wajah itu mulai berkerut. Bila ku ingat-ingat, Bapakku juga sudah mulai mempunyai rambut putih yang disebut uban. Wajah lelaki terganteng yang pernah kumiliki ini, kini mulai menua. Aku menghapus airmataku yang mulai berjatuhan. Ah, tentu saja ku hapus karena aku ingin terlihat tegar dan terlihat kuat. Di hadapan orang lain atau pada diriku sendiri.


Suara detik jam mulai terdengar di telingaku, menandakan bahwa hari benar-benar sudah larut malam karena sebegitu sepinya seperti tiada kehidupan sehingga suara detik jam yang bila siang hari seperti benda yang benar-benar mati tanpa suara itu kini telah menjadi benda mati namun bersuara.


Aku mulai teringat bila di Kampung, waktu ini adalah waktu-waktunya Bapakku menyendiri. Duduk di dapur sambil merenung. Entah apa yang dipikirkannya, bukan “entah apa” tapi terlalu banyak sehingga bila dijabarkan akupun tak sanggup mengingatnya lagi dilain waktu.


Airmataku kini tak terbendung lagi. Aku mulai menepis tegarku. Airmataku kini mengalir semaunya melewati pipi tirusku, aku ralat menjadi pipi kurusku. Pipi warisan dari Bapakku juga. Aimata itu mengalir menuju mulutku. Tentu saja bila terasa asin aku mulai terhenyak dan menghapusnya lagi.


Aku benar-benar merindukannya. Merindukan tatapan hangat ketika aku baru pulang dari rantauan. Ku perhatikan lagi mata itu sudah mulai sayu, mata yang lebih sering begadang dan bahkan tak tidur bila aku sakit.


Ulangtahun Bapakku sebentar lagi, yang ke 45 tahun ini. Aku berfikir kado apa yang akan ku  berikan. Sebenarnya kami bukan tipe keluarga yang suka merayakan ulangtahun, tapi kali ini aku benar-benar ingin memberinya sesuatu lagian kala itu aku sedang liburan dan pastinya aku akan pulang ke rumah.


Sebuah pelukan dengan ucapan “selamat ulangtahun Pak”? Ah, aku sudah terlalu sangat besar dan rasanya aku malu sendiri bila membayangkannya.  Jika aku melakukan hal itu tentu saja Bapak akan tertawa terpingkal-pingkal atau bahkan menangis haru.


Senyuman khas Bapakku itu selalu membuatku tertawan. Ah, gantengnya Bapakku ralat abangku. Pernah, suatu ketika, aku berobat. Dokter itu mengatakan bahwa aku adalah adiknya. Aku kadang berfikir apa Bapakku yang masih terlihat muda atau aku yang terlihat tua kala itu.


Tangan yang penuh dengan goresan-goresan itu bila ku ingat aku merasa malu sendiri. Sedangkan aku apa? untuk memegang pisau saja, aku takut-takut karena bila ada goresan, akan jelek tanganku. Pikirku sampai sekarang. Ah, anak tidak tahu malu.


Tangan kokoh yang dulu selalu menggendongku ke kamar jika aku tertidur di ruang keluarga. Bukan tertidur sebenarnya sengaja tidur atau bahkan pura-pura tidur. Anak nakal.

***


“Kak, belajar masaklah kak, arep koe kasi makan apa nanti bojomu. Indomie terus tiap hari.” Ucap Bapak ingin mengusiliku. Sebenarnya menyindirku karena hari itu aku terpaksa masak, karna mamak sedang ada urusan mendadak seharian. Tentu saja hasil masakkanku benar-benar buruk banget karna itu first time. Aku saja lebih memilih goreng telur ketimbang makan masakkanku sendiri tapi Bapakku yang benar-benar kukagumi itu dengan sabarnya memakan hasil masakkan anak gadisnya yang entah tak dapat kubayangkan lagi kini. Bukan karna malas masak lagi, tapi lebih menghargai perasaanku. Karna Bapak adalah chef kebanggaan kami yang masakkannya wenak tenan.


“Iyalah indomie terus biar rambutnya keriting.” Kini tak hanya Bapak yang mengusiliku bahkan Mamak dan adikku ikut-ikutan mengusiliku.

***


Aku tertawa sambil menghapus airmata yang merembes terus walau aku berusaha menghapusnya.
Bila dibandingkan dengan Bapak mungkin saja Airmata Bapak kini telah habis.
Aku melihat keluar jendela kemudian mmbersihkan diri dan mulai memejamkan mata.
“Aku akan memberikan kado yang terbaik untuk Bapak.” Ucapku dan akhirnya terlelap.

***

“Pak” ucapku sambil menyodorkan tangan ingin bersalaman.


“Selamat ulangtahun pak, hijrahku adalah kado yang ingin ku perlihatkan pada Bapak. Menutup aurat lebih rapat dari biasanya. Menggunakan jilbab lebih panjang dari biasanya dan berjilbab lebih lama dari biasanya. Selamat ulangtahun Pak” Ucapku dalam hati.  

Kamis, 06 Juli 2017

“Kalo dia udah syarii tapi masih suka chattingan sama cowo tapi mereka belum nikah gimana ka?”

“Maksudnya?”

“Ya, dia udah cadaran, udah hijrah tapi taken sama cowo masih suka mesraan di medsos, gimana tu?”

“Aduh, gimana ya. Sedangkan ikhtilat, emm bercampur-baur antara laki-laki dan perempuan itu aja gak boleh ya apalagi itu, aduh gimana ya mau jelasin. Aku  mau bilang gini gitu, aku aja kadang masih suka khilaf, intinya udahlah biarin aja. Mungkin dianya lagi berproses, kan gak bisa instan. Lah mie instan aja pake dimasak dulu apalagi perubahan pada manusia yang banyak salahnya, Wallahu alam bishsawab.”

Ya pertanyaan-pertanyaan di atas seringkali terlontar dari teman, kadang aku yang masih fakir ilmu ini juga susah mau jawabnya gimana. Namun terkadang dengan hitz-nya pakaian syarii. Lah emang iya lagi hitz-nya pakaian syarii? Keknya sih gitu ya. Upload foto sana, upload foto sini, di tempat cantik, di tempat unik. Aduh, aku yang lemah godaan ini kadang suka khilaf ikut-ikutan upload foto.

Padahal kalo difikirkan lagi. Aku rugi gak sih ya upload foto gitu di medsos, terus disaksikan banyak mata, bahkan para mata lelaki yang aku juga masih belajar dan nyari tahu gimana cara pandang laki-laki terhadap perempuan sampe-sampe kita wanita muslim diharuskan menutup aurat dari ujung rambut sampai ujung kaki kecuali apa yang biasa terlihat, ya seperti wajah dan telapak tangan.

Dan bahkan aku juga pernah tuh liat orang yang beh, rapat bener. Bener-bener rapat man-teman, dan aku Cuma bisa liat matanya dan matanya pun ada penutupnya lagi tapi nerewang. Masya ALLAH sebegitu rapatnya. Dan pasti itu karena menjaga dari pandangan laki-laki yang entah gimana. Sebenarnya temen-temen, ustadzah-ustadzah, dan murabbi udah banyak yang kasi tau Cuma aku pengen denger dari laki-laki itu sendiri ya maybe nanti kalo aku punya suami bisa ku tanya. Kalo sekarang gak usah deh, simpan aja rasa penasaran ini. *Lah kok curhat*

Kenapa aku bilang rugi upload foto ya iyalah jelas. Model-model aja potonya dipajang aja dapet gaji lah masak iya, kita kagak. Rugi dong ya kan ya kan ya kan? Udah deh mending berhenti upload foto terus simpan foto buat calon suami yang bakalan jadi suamimu kelak. Eaaa.

Terus kalo kita berhenti upload foto, berarti kita juga bantu para laki-laki untuk menjaga pandangannya. Eaaaaaa. Saling membantu kan ntar dapet komisi (baca: pahala) dari ALLAH ya kan ya kan? *uhukuhuk*
Kadang laki-laki mampu jaga pandangan secara langsung tapi nda sanggup nahan pandangan dari poto-poto wanita yang bertebaran di medsos. Duh aduh. *Ini aku baca dari tulisan orang ya, aku gak tau kalo dari mulut para laki-laki sendiri ya, mianhe oppa-oppa*

Ya aku juga bukan mau nyalahin cowo, kalo kemaren denger taujih dari ustadzah kurang lebih gini. Cowo memang dari sononya diciptain kek begono jadi beda sama cewe. Cewe liat cowo seksi malah ilfil ya. Tapi kalo dari pengalaman yang ku tau cowo liat cewe seksi. Duileh suit suit. *Afwan ya abg-abg sado*

Memang cara pandang laki-laki sama perempuan itu beda. Dari segala hal. Contohnya kalo lagi ada masalah. Cewe ada masalah curhat habis-habisan dulu baru enakeun, kalo cowo mati-matian mikirin solusi tanpa koar sana sini. *Ih kok gue ngerti banget yang kek beginian sih*

Mending yuks belajar untuk tidak upload poto, ya aku juga belajar yaaaa. Doain aja semoga pinter *eh.

Bahkan aku pernah denger ada perempuan yang benar-benar menjaga, mereka lebih memilih tidak punya semua akun sosmed. Gak punya ig, gak punya fb, gak punya twitter dan aplikasi lainnya. Masya ALLAH bangetkan?

Ha adalagi ni yang bilang gini, kalo gak upload foto gimana ntar, gak laku-laku dong. Orang-orang gak kenal kita dong. Udah ah gak papa, gak dikenal manusia, yang penting kekasih yang sebenar kekasih yaitu ALLAH swt kenal bahkan sayang sama gue eh kita semua deh. Eaa semoga kita semua adalah wanita yang dicintai ALLAH aamiin.

Lah padahal kan aku pengen bahas masalah pacaran. Kenapa jadi ke-hitzan anak jaman sekarang. Nda papa deh kalo masalah pacaran ntar-ntaran aja. Hehe.